Rabu, 10 Desember 2014

unen-unen jawa

unen-unen jawa

1. Aja ngandakake apa wae kang ora kok ngerteni
2. Becik nacad dacacadmu dhewe
3. Beda kulit beda anggit
4. Calon durung mesthi klakon
5. Cipta, rasa, karsa, daya, lan karya kudu saena
6. Gemi, setiti, ngati-ati kudu diudi
7. Gunakna tepa salira
8. Jiwa kang saras dedunung ing raga kang waras
9. Kabeh kang lagi wiwit iku angel
10. Mangan amrih urip ora urip amrih mangan
11. Ngajeni ing liyan ateges uga ngajeni awakmu dhewe
12. Ngudiya amrih ditiru, aja mung tiru-tiru wae
13. Prakara iku geni upamane, yen wis mubal angel anggone nyirep
14. Rai iku pangiloning ati
15. Saben dino umurmu suda
16. Teka katon raine, lunga katon gegerre
17. Nandur kabecikkan panen kabecikkan
18. Pinuju bungah elingga susah, pinuju susah elingga bungah
19. Carane sinau iya kudu sinau
20. Yen kepeksa nacad anggunakna tembung manis .....

1.      Alon-alon waton klakon
Filosofi ini sebenarnya berisikan pesan tentang safety . Orang dahulu sudah mengisyaratkan arti penting filosofi ini, tapi banyak orang melecehkan bahkan menganggap sebagai sifat malas orang jawa. Padahal kandungan maknanya sangat dalam. Filosofi ini mengisyaratkan tentang kehati-hatian, waspada, istiqomah, keuletan, dan yang jelas tentang safety. Di dunia modern masalah safety menjadi bagian terpenting untuk keberhasilan suatu pekerjaan karena didalamnya ada aturan-aturan yang menginstrusikan menghindari resiko-resiko yang akan terjadi.
2.      Narimo ing pandum
Sudah berapa sering terdengar orang melecehkan filosofi ini. Biasanya orang hanya mengenal bahwa orang jawa itu hanya bersikap ‘Nrimo” saja. Sifat pasrah dan mau dijajah oleh penguasa. Padahal bukan hanya berhenti sampai di kata “Nrimo” saja. Tapi lebih dari kata itu adalah ‘Nrimo ing Pandum’ atau Menerima kepada hasil pembagian. Arti yang mendalam menunjukan pada sikap Kejujuran, keiklasan, ringan dalam bekerja dan ketidakinginan untuk korupsi. Inti filosofi ini adalah Orang harus iklas menerima hasil dari usaha yang sudah dia kerjakan. Biasanya orang yang memegang teguh filosofi ini dia akan ringan dalam bekerja dan yang terpenting adalah dipercaya oleh orang lain. Nah kepercayaan adalah hal terpenting dalam dunia usaha. Bukan tidak mungkin kesuksesan selalu diterimanya oleh pemegang filosofi ini.
3.      Saiki jaman edan yen ora edan ora komanan, sing bejo sing eling lan waspodo
Orang indonesia cenderung mengikuti mode, tren atau budaya yang sebenarnya belum saatnya kita peroleh atau bahkan memang sangat tidak cocok dengan jiwa bangsa kita. Kecenderungan mengikuti mengikuti tren itulah yang membuat lupa akan bahaya yang mengancam. Hanya orang yang ingat kepada Allah (disini saja juga tidak cukup) dan waspada terhadap duri-duri kehidupan yang setiap saat bisa datang dan menghujam kehidupan, sehingga bisa mengakibatkan musibah yang berkepanjangan. Pada filosofi ini kata ‘sing bejo sing eling lan waspodo’ sering tidak terdengar lagi. ‘Sekarang jaman gila kalau tidak ikut gila maka tidak kebagian, hanya orang ingat (kepada Tuhan) dan waspada (bahaya) yang menerima keberuntungan’. itulah arti dari filosofi diatas.
4.      Mangan ora mangan sing penting ngumpul
‘Makan tidak makan yang penting kumpul’. Filosofi ini adalah sebuah peribahasa. Kalimat peribahasa tidaklah tepat kalau diartikan secara aktual. Filosofi ini sangat penting bagi kehidupan berdemokrasi. Kalau bangsa kita mendasarkan demokrasi dengan falsafah diatas saya yakin negara kita pasti akan aman, tentram dan sejahtera. ‘Mangan ora mangan’ melambangkan eforia demokrasi, yang mungkin satu pihak mendapatkan sesuatu (kekuasaan) dan yang lain pihak tidak. Yg tdk dapat apa-apa tetap legowo. ‘Sing penting ngumpul’
melambangkan berpegang teguh pada persatuan, yang artinya bersatu untuk tujuan bersama. Saya pikir Filosofi ‘Mangan ora mangan sing penting kumpul’ adalah filosofi yang cocok yang bisa mendasari kehidupan demokrasi bangsa Indonesia agar tujuan bangsa ini tercapai.
5.      Wong jowo ki gampang di tekuk-tekuk.
Filosofi ini juga berupa ungkapan peribahasa yang dalam bahasa Indonesia adalah ‘Orang Jawa itu mudah ditekuk-tekuk’. Ungkapan ini menunjukan fleksibelitas dari orang jawa dalam kehidupan. Kemudahan bergaul dan kemampuan hidup di level manapun baik miskin, kaya, pejabat atau pesuruh sekali pun. Orang yang memegang filosofi ini akan selalu giat
bekerja dan selalu ulet dalam meraih cita- citanya. Filosofi inilah yang membuat masyarakat suku jawa tersebar ke seluruh penjuru tanah air dan disayangi oleh suku lain.
6.      Ojo Rumongso Biso, Nanging Biso o Rumongso

Ketika kita memperoleh suatu pengetahuan, ilmu, atau pengalaman terkadang muncul sifat sombong dari diri kita. Bahwa kita dapat menyelesaikan suatu masalah dengan ilmu atau pengalaman yang kita peroleh. Padahal banyak faktor yang menentukan penyelesaian suatu masalah dan bukan hanya dari sudut pandang yang kita pahami. Di sini orang lantas merasa bisa, sifat ego manusia yang muncul tanpa menghiraukan pendapat orang lain. Dalam filosofi Jawa, sifat ini yang dinamakan Rumongso Biso (merasa bisa). Ajaran masyarakat Jawa menekankan untuk dapat melakukan koreksi ke dalam, sehingga tidak terdorong untuk menghujat atau merendahkan orang lain. Cobalah untuk memahami pendapat yang lain, walau hal itu mungkin sangat bertentangan dengan yang kita yakini. Dengan Biso o Rumongso (bisa merasa) atau melatih empati kita untuk memahami orang lain akan mendorong untuk berkompromi mencapai suatu keseimbangan. Hal ini akan membuat semua perselisihan atau konflik yang ada di dunia ini dapat teratasi. Janganlah menjadi orang yang merasa bisa, melainkan yang bisa merasa.

sumber : google

2 komentar:

  1. Mbak kula badhe nyuwun pirsa tegese unen-unen "Ngono ya ngono ning aja ngono niku napa nggih? matur nembah nuwun Mbak Rifa Nanik,

    BalasHapus
  2. Maaf, ejaan pada teks di atas masih belum diperhatikan. Ragam bahasa tulis, mutlak membutuhkan kecermatan itu. Ini membahayakan pembaca yang masih dalam taraf belajar.

    Contoh:
    Tertulis: “Ojo Rumongso Biso, Nanging Biso o Rumongso”
    Seharusnya: “Aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa”

    BalasHapus