Sabtu, 20 Desember 2014

ketoprak dengan lakon tampik (laire reyog ponorogo)



pementasan ketoprak Tampik di gedung b6
Tanggal 17 Desember 2014 malam, grup ketoprak dari salah satu rombel pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa, Uneversitas Negeri Semarang angkatan 2013 bermain di gedung b6. Pada malam itu ada tiga lakon yaitu keong mas dari rombel sastra angkatan 2013, roro jonggrang dan Tampik (laire reog ponorogo). Pada tanggal 18 juga ada tiga lakon yaitu Rondo Gairah , Sri Tanjung dan Brubuh Wanabaya, semua lakon itu dimainkan para mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Jawa semester lima.
            Semua pemain ketoprak pada malam itu adalah mahasiswa Bahasa Jawa  sendiri, ada juga yang dibantu oleh adik kelas sebagai pemain pendukung dan orang yang memainkan barongan reyog.
            Malam itu gedung b6 dipadati oleh para penonton, mulai dari remaja, dewasa dan juga anak-anak. Para penonton yang datang bukan hanya mahasiswa jurusan Bahasa Jawa tapi dari jurusan-jurusan yang lain. Para penonton setia menonton sampai acaranya selesai. itulah kenyataanya kalau ketoprak masih banyak peminatnya.
            Lakon yang dipilih oleh salah satu rombel pendidikan itu adalah Tampik (laire reog ponorogo) lakon ini berkisah tentang Dewi Sanggalangit yaitu putri dari raja Kertajaya kerajayaan kediri. Dewi Sanggalangit adalah putri yang sangat cantik, tapi belum mau menikah walaupun banyak laki-laki yang ingin menikahinya.
            Suatu hari, Sanggalangit diminta untuk menikah oleh orang tuanya. Dewi Sanggalangit mau menikah asal ada laki-laki yang ingin yang bisa menuruti apa yang disyaratkan olehnya. Syaratnya yaitu bebana (bebana yaitu termasuk prajurit atau penunggang kuda yang berjumlah 140) dan kesenian baru yang berwujud beksan yang diiringi gamelan, dan yang terakhir yaitu bekakak hewan berkepala dua yang masih hidup. Mendengar hal itu kedua orangtua Dewi Sanggalangit setuju dan membuat pengumuman sayembara.
            Dilain tempat Bujang Ganong (patih dari kelana sewandana) langsung memberi tahu kepada Kelana Sewandana. Kelana Sewandana adalah ratu di Bantarangin. dulu Kelana Sewandana pernah ditolak oleh Dewi Sanggalangit, itulah yang menyebabkan Kelana Sewandana tidak suka berhubungan dengan kaum perempuan (suka sama sejenis). Setelah Bujang Ganong berbicara banyak-banyak akhirnya usaha usulannya diterima. Kelana Sewandana langsung mengutus para prajuritnya untuk menyiapkan semua yang telah disyaratkan Dewi Sanggalangit. Nayaka dan kesenian sudah siap, tapi hewan berkepala dua belum ada.
            Mendengar itu semua, Sanggalangit ketakutan apabila nanti Kelana Sewandana yang bersanding dengannya. Kertajaya kasihan melihat putrinya seperti itu, kemudian Kertajaya mengutus Singo Barong bersilaturrahmi di kediamannya. Singo Barong adalah raja di lodaya yang berwujud singa dan memiliki kesaktian. Singo barong diutus Kertajaya untuk mengalahkan Kelana Sewandana. Apabila usahanya berhasil Singo Barong bakal diberi setengah dari kerajaan Kediri.
            Singo Barong dan para prajuritnya pergi mencari Bantarangin. Prajurit-prajurit Lodaya dan Bantharangin kalah ketika bertanding, tinggal Kelana Sewandana dan Singo Barong yang masih bertarung, walaupun Singo Barong sangat sakti tapi Kelana Sewandana tidak bisa dikalahkan. Ketika Singo Barong kalah, ia meminta pertolongan kepada merak yang menjadi kekuatannya, Kelana kewalahan menghadapi merak dan Singo Barong. Kelana akhirnya mengeluarkan pecut sakti yang dimilikinya. Ketika pecut sakti dipecutkan kepada Singo Barong dan Merak, tiba-tiba wujudnya berubah menjadi hewan berkepala dua. Hewan itu lalu diberi nama Reyog. Syarat yang diminta Sanggalangit sudah dipenuhi Kelana Sewandana. Lalu Kelana Sewandana dan para pengawalnya pergi menuju kediri untuk melamar Sanggalangit.
            Sanggalangit tetap tidak mau bersanding dengan Kelana Sewandana walaupun syarat yang di minta Sanggalangit sudah dipenuhi. Kelana Sewandanapun murka dan mengobrak-ngabrik kediri.  
            Hal paling menonjol dalam ketoprak lakon Tampik ini adalah ketika Kelana Sewandana dan Singo barong perang dan Singo barong dibantu oleh merak, lalu Kelana Sewandana menggerakkan pecutnya dan kemudian Singo Barong dan Merak menjadi hewan berkepala dua yaitu reyog. Dan pada saat itu diatas panggung langsung muncul reyog asli yang diiringi dengan musik ala barongan.
            Malam itu, pada waktu pembukaan semua penari jathil dan reyog keluar dengan diiringi musik barongan pada umumnya. Para penonton semakin penasaran dengan cerita Tampik. Pada adegan ke-dua penonton dibikin histeris pada saat Kelana Sewandana yang dalam lakonnya menyukai sesama jenis beradegan mesra  dengan Bujang Gadong, Kelana Sewandana memegang tangan dan menatap Bujang Ganong dengan penuh rasa cinta.
            Selain itu, penonton juga dibuat ngakak oleh emban yang berpenampilan seperti macan, emban-emban yang diperankan oleh Singo Kumbang, Singo Barong, Babon Rini dan Babon Asih itu gayeng sekali karena para emban pandai berimprovisasi diatas panggung. Mereka berimprov tanpa berpacu dengan teks. Setiap kemunculannya mereka menari seperti goyang itik.
Dalam ketoprak kelucuan dan kegayengan memang sangat penting, kelucuan itulah yang membuat para penonton tambah penasaran dengan adegan ketoprak yang telah dimainkan. tidak hanya kegayengannya tapi bahasa komunikatif yang digunakan dan akting para pemain dalam ketoprak juga  harus total serta keindahan bahasa juga harus diperhatikan. Misalnya permainan kata dan tembung-tembung dalam kasusastran jawa.
Dalam lakon ini pemain inti yaitu Singo Barong dan Singo Kumbang juga merangkap sebagai dagelan. Ketoprak juga diiringi dengan gamelan, nyanyian, dan kadang-kadang diiisi dngan musik dangdut. Memang ketoprak tidak bisa pisah dengan gamelan, karena ketoprak tidak bisa berjalan tanpa iringan gamelan.
Dalam estetika bahasanya ketoprak Tampik ini menggunakan permainan bunyi yang diucapkan raja Kertajaya kepada Sanggalangit “anakku sing ayu dhewe, ya anakku siji-sijine, bocah gedhes, kewes, sing ora ana cacat cewete” disini menggunakan pemainan bunyi e. Ketoprak ini juga mengunakan tembung-tembung dalam bahasa jawa, misalnya tembung Dasanama dari rama yaitu nama lain dari bapak, ingsung dan sira yang berarti kamu dan aku.
            Ada pula tembung camboran yaitu pangamping-amping dan ngedap-edapi. Pada saat Kertajaya berdialog dengan Singo Barong juga menggunakan permainan bunyi u “gantine ya nyawamu, sigar ndasmu, takkokop palamu, juwing-juwing rempelamu”. Serta tembung wasita adi yang diucapkan oleh emban rini “ ajining diri saka ing lathi, ajining sarira tanpa busana” tembung itu merupakan plesetan dari “ajining diri saka ing lathi, ajining sarira aka busana”.
Ketoprak dengan lakon Tampik ini menggunakan bahasa krama alus, ngoko dan bahasa sehari-hari.  
      
Untuk menghadirkan tontonan yang ramai dan mengundang banyak perhatian. ketoprak Tampik ini berusaha menyajikan tontonan dengan segayeng mungkin.
Apa yang dipentaskan ketoprak yang dimainkan mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Jawa sebagaimana dalam lakon Tampik (laire reog ponorogo) ada formula estetis yaitu dari segi bahasa, kelucuan, dan pmentasan. Dalam ketoprak permainan kata atau bunyi serta tembung-tembung jawa adalah salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan. Dengan adanya bahasa-bahasa itu estetika dapat tercipta dan penonton bisa menikmati tontonan ketoprak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar