Tradisi Tingkeban di Daerah Semarang, Demak dan sekitarnya
Tingkeban biasanya
dilakukan oleh adat jawa yang dilakukan oleh seorang ibu yang sedang mengandung
selama 7 bulan.
1.
Pelaku
a.
Calon Ibu
b.
Sesepuh sebanyak tujuh orang
c.
Calon Ayah
d.
Calon Nenek
e.
Tokoh agama (ustad)
f.
Warga
2.
Perlengkapan
a.
Cengkir kelapa gading
b.
Wajan lan gayung
c.
Benang lawe atau lilitan benang
janur
d.
Endhog (telur)
e.
Bunga tuju rupa
f.
Kendi
g.
Jarit batik tujuh motif
h.
Kain putih
i.
Pecahan genting (kereweng)
j.
Golok
k.
Sajen Medikingan
3.
Tata Cara
a.
Siraman yang dilakukan oleh
sesepuh sebanyak tujuh orang. Bermakna memohon doa restu, supaya suci lahir
batin. Setelah upacara siraman selesai, air kendi tujuh mata air untuk mencuci
muka, setelah air dalam kendi habis, kendi dipecah.
b.
Masukkan telur ayam kampung
kedalam kain (sarung) calon ibu oleh suami melalui perut sampai pecah. Hal ini
simbol harapan supaya bayi lahir lancar tanpa suatu halangan.
c.
Berganti nyamping sebanyak
tujuh kali secara bergantian, disertai kain putih. Sebagai dasar pakaian
pertama, melambangkan bahwa bayi yang akan dilahirkan adalah suci, yang
mendapatkan berkah dari Tuhan YME. Diiringi dengan pertanyaan "sudah
pantas apa belum", sampai ganti enam kali dijawab oleh ibu-ibu yang hadir
"belum pantas". Sampai yang terakhir yang ketujuh kali dengan kain
sederhana dijawab "pantas".
d.
Pemutusan lawe atau janur
kuning yang dilingkarkan diperut calon ibu, dilakukan oleh calon ayah
menggunakan keris Brojol yang ujungnya diberi rempah kunir, dengan maksud
supaya bayi dalam kandungan akan lahir dengan lancar.
e.
- Calon nenek dari pihak ibu,
menggendong kelapa gading dengan ditemani oleh ibu besan. Sebelumnya kelapa
gading ditroboskan dari atas kedalam kain yang dipakai calon ibu lewat perut,
terus kebawah, diterima oleh calon nenek, maknanya agar bayi dapat lahir dengan
mudah tanpa kesulitan.
- Calon ayah memecah kelapa,
dengan memilih salah satu kelapa gading yang sudah digambari Kamajaya dan
Kamaratih atau Arjuna dan Srikandi.
f.
Upacara memilih nasi kuning
yang diletakkan dalam takir sang suami. Dilanjutkan dengan upacara jual dawet
dan rujak, pembayaran dengan pecahan genting, yang dibentuk bulat seolah-olah
seperti uang logam. Hasil penjualan dikumpulkan dalam kuali yang terbuat dari
tanah liat. Lalu kuali itu dipecah didepan pintu. Maknanya agar calon anak
dapat mendapat banyak rejeki, dapat menghidupi keluarganya dan banyak amal.
g.
Hidangan sebagai ucapan syukur
kepada Tuhan YME :
Ø Tujuh macam bubur, termasuk bubur Procot.
Ø Tumpeng kuat, maknanya bayi yang akan dilahirkan sehat dan kuat,
(tumpeng dengan urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias).
Ø Jajan pasar, syarat harus dibeli di pasar (kue, buah, makanan kecil)
Ø Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya
enak. Bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga.
Ø Dawet, supaya menyegarkan.
Ø Umbi-umbian sebanyak tujuh macam.
Ø Sajen medikingan, dibuat untuk kelahiran setelah kelahiran anak
pertama dan seterusnya.
4.
Setting
1.
Tempat
Dirumah orang yang
menyelenggarakan upacara tingkeban.
2.
Waktu
Tidak
bisa dilakukan sewaktu-waktu, biasanya dilaksanakan hari sabtu wage yang
menurut orang tua maknanya "metu gage-gage" (cepat dan lancar dalam
proses melahirkan nanti).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar