Sabtu, 13 Desember 2014

FRASA PROPOSISIONAL

1.      Pengertian frasa proposisional
Frasa preposisional adalah frasa yang konstutuennya berupa preposisi dan konstituen lain yang berupa kata atau frasa. Konstituen yang berupa preposisi itu berfungsi sebagai perangkai, sedangkan konstituen yang menyertainya atau kokonstituennya berfungsi sebagai sumbu.
Contoh:
Awit  wingi ‘sejak kemaren’
Awit wingi esuk ‘sejak kemaren pagi’
Ing toko ‘di toko’
Ing toko buku ‘di toko buku’
2.      Jenis frasa preposisional
Berdasarkan ada atau tidaknya perentangan ke samping kanan, frasa preposisional dapat dikelompokkan menjadi frasa proposisional simpleks dan frasa preposisional kompleks.
a.       Frasa preposisional simpleks
Frasa preposisional simpleks adalah frasa yang dibangun dari sebuah konstituen yang berupa reposisi sebagai perangkaian dan diikuti oleh sebuah konstituen lain sebagai sumbunya. Preposisi lumantar ‘dengan perantara’, yang berfungsi sebagai perangkai, dapat diikuti oleh radio’radio’ sebagai sumbu atau preposisi manut ‘menurut ‘, yang berfungsi sebagai perangkai, dapat diikuti oleh konstituen tradishi ‘tradisi’ sebagai sumbu. Gabungan itu membentuk frasa preposisional simplek berikut
Lumantar radio ‘dengan perantara radio’
Manut tradisi ‘menurut tradisi’
Konstituen yang berfungsi sebagai perangkai ataupun sumbu pada frasa preposisional simpleks masing-masing berjumlah satu. Masing-masing tidak dapat dibagi lagi menjadi konstituen yang lebih kecil.
Konstituen yang berkedudukan sebagai sumbu pada frasa preoposisional simpleks dapat berkatagori nomina, pronomina, adjektiva, verba, atau numeralia.
Contoh :
kaya cacing ‘seperti cacing’
kanggo aku ‘untuk saya’
b.      Frasa preposisional komples
Farasa preposisional kompleks adalah frasa preposisional simpleks yang telah dikenai perentangan konstituen kekanan atau penggabungan dua frasa preposisional atau lebih. Frasa preposisional kompleks ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1) frasa preposisional kompleks koordinatif dan 2) frasa propodional kompleks subordinatif.
a)      Frasa preposisional kompleks koordinatif
Frasa preposisional kompleks koordinatif adalah frasa preposisional yang terbangun dari gabungan dua frasa preposisional atau lebih dengan atau tanpa konjungsi contoh :
Ing kono ing kene ‘disana disini’
Kanggo kowe kanggo aku ‘untuk kamu untuk saya’
Preposisi kedua pada ing kono ing kene dan Kanggo kowe kanggo aku tidak dapat ditinggalkan (*ing kono kene, *kanggo kowe aku), tetapi pada saka kana saka kene dapat ditinggalkan (saka kana kene).
Frasa preposisional kompleks koordinatif diatas dibentuk tanpa konjungsi koordinatif. Contoh penggabungan dua frasa preposisional secara koordinatif ialah seperti berikut.
 


Ing kono                      lan                   ing kene
                                    sarta                
Saka kana                    karo                 saka kana
                                    utawa
Kanggo kowe              apa                   kanggo aku
                                               
            Dalam pada itu, preposisi kedua pada ketiga frasa preposisional kompleks dengan konjungsi koordinatif diatas dapat ditanggalkan tanpa menanggalkan konjungsi koordinatif.
                                                           
Ing kono                      lan                   kene
                                    sarta                
Saka kana                    karo                 kana
                                    utawa
Kanggo kowe              apa                   aku
                                               
Penggabungan yang bersifat mempertentangkan dengan konjungsi nanging ‘tetapi’ harus didahului kata ingkar dudu ‘bukan’ atau ora ‘tidak’ sebelum frasa proposisional pertama.
 


Ora                  ing kono                                              ing kene
                        Saka kana                    nanging           saka kene
Dudu               kanggo kowe                                       kanggo aku

b)      Frasa preposisional komplek suburdinatif
Frasa preposisional komplek suburdinatif dibentuk dari penggabungan dua frasa preposisional atau lebih tetapi tidak dapat dihubungkan dengan konjungsi koordinatif.
Kanggo anakku ing kutha ‘untuk anak saya dikota’
*kanggo anakku lan ing kutha
Kaya kembang ing taman ‘seperti bunga ditaman
*kaya kembang utawa ing taman
Saka kali ing pinggiring kutha ‘dari sungai dipinggir kota’
*dudu saka kali nanging ing pinggiring kutha
3.      Didalam sebuah kalimat frasa preposisional dapat mengisi fungsi predikat, pelengkap atau keterangan.
·         Sebagai predikat contoh :
1.      Dr. Muslihat minangka pelindhung.
Dr. Muslihat sebagai pelindhung.’
2.      Mewujudkan sing tak sawang mau kaya cacing
perwujudan yang saya lihat tadi seperti cacing.’
·         Sebagai pelengkap contoh :
1.      Kabeh mau gumantung ning sliramu
‘semua itu bergantung pada dirimu.’
2.      Omah sing singup kae dikupeng ing rerungkudan.
‘rumah yang kelihatan angker itu dikelilingi semak belukar.’
Posisi konstituen yang berfungsi sebagai pelengkap bersifat tetap yaitu disamping kanan predikat. Jika posisinya diubah, kalimat menjadi tidak gramatika, seperti terlihat pada ubahan berikut.
1.      *ning sliramu, kabeh mau gumantung.
‘pada dirimu semua itu bergantung.’
2.      *kabeh mau, ning sliramu gumantung.
‘semua itu pada dirimu bergantung.’
·         Sebagai keterangan, kecuali dapat berfungsi sebagai predikat dan pelengkap, juga dapat berfungsi sebagai keterangan. Konstituen itu memiliki mobilitas yang tinggi sehingga dapat berposisi pada awal kalimat, diantara subjek dan predikat, atau mengakhiri kalimat. Kehadirannya menyampaikan informasi tambahan.
Contoh :
1.      Kanthi revisi iki, sekabehing kesalahan wis dibenerake
‘Dengan revisi ini semua kesalahan sudah dibetulkan.’
2.      Karana pupuse, godhong iki bisa nambani lelara cacingen.
‘lantaran pupusnya daun ini dapat menyembuhkan penyakit cacingen.’
            Kehadiran frasa preposisional yang berfungsi sebagai keterangan didalam kalimat bersifat manasuka. Maksudnya, frasa proposional itu dapat hadir dan dapat pula tidak hadir tanpa mengganggu kegramatikal kalimat. Oleh karena itu, konstituen yang berupa frasa preposisional pada contoh dapat ditanggalkan seperti terhilat pada bahan berikut.
1.      Sakabehing kesalahan wis dibenerake.
‘semua kesalahan sudah dibetulkan.’
2.      Godhong iki bisa nambani lelara cacingen
‘daun ini dapat menyembuhkan penyakit cacingan.’
4.      Konjungsi
Konjungsi termasuk dalam kategori kata tugas yang tidak memiliki makna leksikal. Tanpa konstituen yang menyertainya, konjungsi tidak memiliki kejelasan fungsi dan makna. Konjungsi, yang juga disebut kata sambung, adalah yang menghubungkan dua satuan lingual atau konstituen. Konstituen itu dapat berupa kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa. Jadi, konjungsi mempunyai fungsi sebagai penghubung.
Perhatikan contoh berikut.
1.      Bapak lan ibu lagi dahar
‘bapak dan ibu sedang makan.’
2.      Aku kepingin tuku lemari lawang telu lan kaca riyas ukir.
‘saya ingin membeli lemari berpintu tiga dan kaca berhiyas yang berukir.’
            Pada contoh satu konjungsi lan ‘dan’ menghubungkan kata bapak ‘bapak’ dan kata ‘ibu’; pada contoh dua lan menghubungkan frasa lemari lawang telu ‘lemari berpintu tiga’ dengan frasa kacariyos ukir ‘kaca berhias yang berukir.’
Ø  Konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi yang menghubungkan dua konstituen atau lebih yang sama pentingnya atau yang bersetatus sama.
Perhatatikan contoh berikut.
1.      Wantini karo tono lagi sinau.
‘wantini dan tono sedang belajar.’
§  Bentuk konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif dapat berbentuk a) monomorfemis, b) polimorfemis, c) bentuk gabung.
a)      Konjungsi koordinatif monomorfemis
Konjungsi koordinatif yang berbentuk monomorfemis ialah konjungsi yang berupa morfem tunggal. Konjungsi koordinatif ini belum mengalami proses morfemis.
b)      Konjungsi koordinatif polimorfemis
Konjungsi kordinatif polimorfemis adalah konjungsi yang dari segi bentuk, sudah mengalami proses afiksasi. Konjungsi koordinatif yang berbentuk kata berafiks tidak banyak.
c)      Konjungsi koordinatif bentuk gabung
Konjungsi koordinatif bentuk gabung adalah konjungsi yang terbentuk dari gabungan dua atau tiga konjungsi.
§  Fungsi sintaksis –semantis konjungsi koordinatif
Berdasarkan fungsinya sebagai penanda hubungan makna, konjungsi koordinatif dapat dipilah menjadi tujuh kelompok:
1.      Hubungan makna ‘penjumlahan’
Contoh : lan, uga, sarta, karo, klawan, saha.
2.      Hubungan makna ‘perlebihan’
Contoh : tur, lagi.
3.      Hubungan makna ‘perturutan’
Contoh : banjur, nuli, tumuli, terus, lan, langsung.
4.      Hubungan makna ‘perlawanan’
Contoh : nanging, ananging, ning, tetapi.
5.      Hubungan makna ‘pemilihan’
Contoh : utawa, apa.
6.      Hubungan makna ‘perincian’
Contoh : yakuwi.
7.      Hubungan makna ‘kombinasi’
Contoh : nuli, lan.

Ø  Konjungsi subordinatif
Konjungsi subordinatif, yang juga disebut kata penghubung tidak setara, adalah konjungsi yang menghubungkan ua konstituen atau lebih yang memiliki status tidak sama. Status klausa yang mengikuti konjungsi subordinatif merupakan klausa subordinatif atau klausa bawahan, edangkan klausa lain yang tidak diawali dengan konjungsi subordinatif merupakn klausa utama. Berkaitan dengan itu, kalimat yang memiliki konjungsi subordinatif merupakan kalimat majemuk bertingkat.
Contoh.
1.      Aku ora sida telat merga lakuku tak cepetake
‘saya tidak jadi terlambat sebab jalanku saya percepat.’
2.      Ibu mung ngelingake tinimbang kowe getun buri
‘ibu hanya mengingatkan daripada kamu menyesal dibelakang.’
            Konjungsi subordinatif didalam bahasa jawa ada yang bersifat tegar dan ada yang bersifat tidak tegar. Ketegaran itu didasarkan pada dapat atau tdaknya konjungsi beserta klausa subordinatifnya berpindah posisi.
*      Bentuk konjungsi subordinatif
Jika ditinjau dari bentuknya, konjungsi subordinatif didalam bahasa jawa ada yang berbentuk monomorfemis, polimorfemis dan gabungan kata.
1.      Konjungsi subordinatif monomorfemis
Contoh:amrih ‘supaya’,angger ‘asal’,setiap’,awit,karena;
Beberapa konjungsi subordinatif bentuk monomorfemis ada yang mengalami pemendekan.konjungsi bentuk pendek itu lazim dipakai dalam ragam tutur informal.
Contoh :
Agger        => engger’asal’
Bubar        => bar’selesai’
Lebar         =>bar’setelah’
2.      Konjungsi subordinatif polimorfemis
Konjungsi subordinatif yang berbentuk polimorfemis dapat berupa kata berafiks/bentuk ulang. Konjngsi yang berupa kata berafiks, dapat berupa kata berprefiks sa-(se-), ka-atau ke-;brinfiks-in-:bersufiks-e(-ne),atau-a(-na);berkonfiks sa-/-e.afiksasi pada preposisi,afiksasi pada konjungsi berbeda degan afiksasi pada kata referensial. Afiksasi pada kata referensial mengakibatkan perubahan fungsi dan arti; sedangkan afiksasi pada konjungsi kadang-kadang mengubah ragam tutr formal keragam ttur informal atau ragam tutur formal ke ragam tutur literer.
Contoh:
1.      Berprefik a-
Marga+a-         =>amarga’karena’
Mrih+a-           =>amrih’supaya’
Nanging+a-     =>ananging’tetapi’
2.      Berprefiks ka-/ke-
Lawan+ka-/ke-            =>kalawan(kelawan)’dan’
Mangka+ka-                =>kamangka’padahal’
Timbang+ka-/ke-         =>katimbang(ketimbang)’daripada’
3.      Berprefiks sa-(se-)
Nadyan+sa-/se-           =>sanadyan(senadyan)’meskipun’
Rehne+sa-                   =>sarehne’karena’
Upama+sa-/se-            =>saupama(seupama)’umpama’
Uger+sa-                     =>sauger’asal’
4.      Bersufiks-e(-ne)
Angger+-e                   =>anggere’asalka’
Akibat+-e                    =>>akibate’aibatnya’
Akir+-e                        =>akire’akhirnya’
Kaya+-ne                    =>kayane’sepertinya’
5.      Bersufiks –a(-na)
Arep+-a                       =>arepa’walaupun’
Bareng+ -a                  =>barenga’andaikan bersama’
Mungguh+ -na                        =>mungguhna’seumpama’
6.      Berkonfiks sa-(se-)/-e(-ne):
Lagi+sa-/-e                  =>selagine’sewaktu’
Lawas+sa-/-e               =>salawase’selamanya’
7.      Berupa bentuk ulang
Angger+U                   =>angger-angger’setiap kali’
Aja+U                         =>aja-aja’jangan-jangan’
3.      Konjungsi subordinatif bentuk gabung
Di dala bahasa jawa knjugasi subordinatif yang berbentuk gabungan kata tergolong sedikit jumlahnya. Konjugasi bentuk gabung lazim dipakai dalam ragam tutur formal atau literel. Konjungsi itu terlihat pada daftar berikut
Apadene ‘maupun’                                   kadidene ‘seperti’
Apamaneh ‘apalagi’                                  awitdene ‘karna’
Mbokmenawa ‘kemungkinan’                  kayadene’seperti’
Ewadene ‘meskipun’                                kena-apa ‘mengapa’
Ewasemana ‘meskipun demikian’ rehdene ‘karena’
*      Fungsi sintaksis – semantis konjungsi subordinatif
Berdasarkan makna strukturnya konjungsi subordinatif dapat diperinci kedalam 13 jenis yaitu: 1) penanda hubungan makna  ‘sebab’ 2) ‘akibat’ 3) ’kecaraan’ 4) ‘pengandaian’ 5) ‘perbandingan’ 6) ‘syarat’ 7) ‘konsesif’ 8) ‘tujuan’ 9) ‘kewaktuan’ 10) ‘perkecualian’ 11) ‘pemelengkap’ 12) ‘keragu-an’ dan 13) ‘penanda hubungan rincian’
1)      Penanda hubungan makna ‘sebab’
Konjungsi koordinatif sebagai penanda hubungan makna ‘sebab’ yaitu amarga, awit, jalaran, karana, sebab, witikna, gara-gara, rehne, reh, wong.
                              Amarga
                              Awit
                              Wong
      Ani                  Jalaran             dewekw
Mung mantuk        Sebab              ora ngerti karepe bapakne
                              Rehdene
                              Rehne
                              Karang            

2)      Penanda hubungan makna ‘akibat’          
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna ‘akibat’ ialah nganti, saengga, akhire, tundone, dan mula
 


                              Tundone         
Rame tarunge        Saengga           wit-witan padha
Wong loro mau     Nganti             rubuh
                              Mula
                              Akhire

3)      Penanda hubungan makna ‘kecaraan’
Konjungsi penanda hubungan makna ‘kecaraan’ ialah kanthi, klawan, kalayan, karana, karo, sambi
 


                              Kanthi
Pak Ali                  Karo                tangane nyelehake granat
mapanake sajen     Klawan
                              Klayan
                              Sambi

4)      Penanda hubungan makna ‘pengandaian’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna ‘pengandaian’ ialah upama, seumpama, mungguh, mungguha

                             
 


Mungguh        
                              Mungguha       jaka pengasih sowan, deweke
                              Upama             pinaringan pusaka
                              Saupama

5)      Penanda hubungan makna ‘perbandingan’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna ‘perbandingan’ ialah timbang, tinimbang, katimbang, kaya, kayadene, kaya-kaya
 


Narti arep              Timbang          didukani bapake
blaka wae              Tinimbang
                              Katimbang

6)      Penanda hubungan makna ‘syarat’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna, syarat, ialah angger, yen, menawa, nek, asal, janji, lamun

                              Yen                
      Aku gelem       Menawa          kokpethuk
      teka                 Angger
                              Nek
                              Asal
                              Janji
                              Lamun

7)      Penanda hubungan makna ‘konsesif’
Konjungsi penanda hubungan makna ‘konsesif’ ambakna, senadyan, bena, mbok, arepa, ewadene

                              Ambakna
                              Mbok               tukija mlarat, deweke rangking
                              Senadyan        siji
                              Arepa
                              Bena
                              Ewadene

8)      Penanda hubngan makna ‘tujuan’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna ‘tujuan’ yaitu amrih, murih, supaya, bene, daya-daya, kareben

                             



Amrih
                              Murih              deweke srawung karo sedulur
Ratih diajak           Supaya           
mrene                    Kareben

9)      Penanda hubungan makna ‘kewaktuan’
Jumlah konjungsi subordinatif penanda hubungan makna ‘kewaktuan’ lebih banyak daripada konjungsi subordinatif yang lain. Yang tergolong kedalam konjungsi jenis ini ialah bakda, sabubare, salebare, sawise, mbasan, bareng, kawit, wiwit, awit, sak ploke, nalika, rikala, lagi, dek, nalikane, rikalane
 


                              Kawit             
      Aku kepencut  Wiwit              aku kenalan
      deweke            Awit
                              sakploke

10)  Penanda hubungan makna ‘perkecualian’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna ‘perkecualian’ yaitu kejaba, kejabane, saliyane

      Jaka mada       Kejaba
      ora duwe         Kajabane         deweke duwe
      sedulur                        Saliyane

11)  Penanda hubungan makna ‘pemelengkap’
Konjungsi penanda hubungan makna ‘pemelengkap’ ialah ya gene, genea, ngapa, kenangapa, menawa, yen
 


Layang mau          Menawa          srini atindak sedeng
nerangake              Yen

12)  Penanda hubungan makna ‘keraguan’
Konjungsi penanda hubungan makna ‘keraguan’ ialah aja-aja, ayake, sajake, mbokmenawa

                              Aja-aja
      Ibu khawatir    Sajake              mas tomi melu nyang surabaya
                              Ayake
                              Mbokmenawa

Ø  Konjungsi korelatif
Konjungsi korelatif adalah konjungsi yang menghubunglkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis yang sama. Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh alah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan.
Contoh :
 
                        Katimbang                                          aluwung
dhuwitku         Tinimbang       diengggo maen            luwung            dicelengi
                        Timbang                                              angur



                       


           



           




















TABEL 14
KONJUNGSI KORDINATIF
           Bentuk
Makna
Monomorfemis
Polimorfemis
Gabungan Kata
1.      Penjumlahan














2.      Perlebihan








3.      Perturutan  





4.      Perlawanan



5.      Pemilihan


6.      Kombinasi
Lan
Sarta
Apa
Dene











Tur
Malah







Banjur
Nuli
Terus
Tumuli
Langsung

Mung
Nanging
Jebul

Utawa
Apa

















Malahan








Sabanjure
Sateruse




Nyatane
sewalike
Apa dene
Lan terus
Lan uga
Lan banjur
Lan malah
Lan sateruse
Lan banjure
Lan akhire
Lan malah banjur
Lan terus banjur
Lan banjur malah
Lan terus malah
Lan sabanjure

Tur meneh
Apa maneh
Tur maneh
Apa maneh
Tur malah
Tur maneh malah
Tur maneh malahan
Malah terus
Apa maneh banjur
Malah terus
Banjur malah
Terus malah




Ewasemana
Ewamangkana
Ewamangkono

Utawa malah
Apa malah

Nuli....lan
Lan....nanging

TABEL 15
KONJUNGSI SUBORDINATIF
               Bentuk
penenda
hubungan makna
Monomorfemis
Polimorfemis
Bentuk Gabung
1.      Akibat



2.      Kecaraan






3.      Pengandaian


4.      Perbandingan




5.      Konsesif






6.      Sebab







7.      Syarat







8.      Tujuan






9.      Kewaktuan















10.  Perkecualian

11.  Pemelengkap



12.  Keraguan
Nganti
Engga
Mula

Karo
Kanthi
Klawan
Klayan
Krana
Sarana

Mungguh
Upama

Kaya
Sasat
Timbang


Ambak
Mangka
Najan
Parandene
Raketang
Suprandene

Awit
Jalaran
Marga
Merga
Rehne
Rehning
sebab

angger
janji
lamun
manawa
menawa
nek
yen

kanggo
kareben(ben)
kedaya
mrih
murih
supaya

awit
bakda
bar, lebar
bareng
bubar
dhek
mbasan
nalika
nganti
rikala(kala)
wektu
wiwit




kajaba
kejaba(gejaba)
menawa
manawa
ngapa
yogene
sejak
Saengga
Akibate


Sinambi






Mungguhing
Saupama
Upamane
Katimbang
Prasasat
Timbangane
Tinimbang

Kamangka
Mangkakna
Sanajan
Sanadyan
Senajan
Senadyan

Amarga
Amerga
Sarehne
Sarehning




Anggere
Janjine
Kalamun





Ambakna
Amrih
Bene
Daya-daya
Karebena
Supayane

Nalikane
Rikalane
(Kalane)
Saben-saben
Sabubare
Sadurunge
Sajrone
(sajroning,jrone,jroning)
Sakbare
Sakwise
Salawase
Salebare
Samangsa
Sasuwene
sawise

kejabane
saliyane




aja-aja
ayake(yake)
sajake
sajak-sajake













Kadi dene
Kaya dene





Ewadene
Ewamengkono
Ewasemono




Awitdene
Awit saka
Jalaran saka
Saka dening






































Kena apa


Mbok menawa
           
            5.partikel
            Disamping preposisi dan konjungsi, yang tergolong kategori sintaksis kata tugas ialah partikel. Secara sederhana partikel dapat dijelaskan sebagai kata ang hanya mempubyai fungsi gramatikal. Dari segi bentuk, partikel mirip dengan imbuhan (afiks) karena hanya terdiri atas satu suku kata. Perbedaannya terlihat pada kemandirian distribusi partikel. Hal itu dapat dilihat pada ketersisipan bentuk kok dan mbok (pada contoh berikut) dari bentuk mulih dan ditambahi yang semula diduga sebagai bentuk dasarnya. Contoh:
1.      Kok mulih ?
2.      Mbok ditambahi
3.      Kok lagi mulih ?
4.      Mbok aja ditambahi !
a.       Jenis partikel
Partikel dapat digolongkan kedalam tiga jenis. Penggolongan ini didasarkan pada fungsi gramatikalnya ketiga jenis partikel itu ialah :
1.      Pertikel gatra pelunak yang meliputi kok, mbok
2.      Partikel gatra pelengkap yang meliputi ding, je, ya, ta
3.      Partikel pementing ta
b.      Fungsi arti dan distribusi partikel
Kalimat bahasa jawa memiliki struktur informasi yang bergatra-gatra. Setiap gatra memiliki pola intonasi tertentu
c.       Partikel pelunak kok dan mbok
1)      Partikel pelunak kok
Partikel kok menandai ragam informal. Partikel itu berfungsi membentuk gatra utama atau gatra pelengkap. Sebagai unsur gatra utama, kok dapat berdistribusi pada awal dan/atau pada akhir kalimat.
Contoh :
            Kok ora teka-teka, ya ?
            Kok tegel-tegele, anak siji ditundhung.
Penggunaan kok pada gatra utama, biasanya, berpasangan dengan kata wong pada gatra pendahulu. Contoh :
            Wong wis salin klambi kok ora sida lunga
Disamping sebagai pembentuk gatra utama, partikel kok juga berfungsi membut gatra pelengkap. Fungsi ini terjadi jika kok terdapat pada gatra sesudah gatra utama. Sebagai pembentuk gatra pelengkap kok sering berdiri sendiri.
Contoh :
            Aku ora lunga, kok
            Dheweke ora turu, kok.
Secara mendasar kok menyatakan arti kontradiktif. Arti kontradiktif dapat terjadi pada kok sebagai pembentuk gatra utama maupun gatra pelengkap.
Contoh :
            Kok lucu, bocah wani karo wong tuwane.
            wong duwe anak akeh, kok isih rabi meneh.
Di samping menyatakan arti kontradiktif, kok juga menyatakan arti ketidak percayaan atau kebenaran.
contoh :
            kok isa-isane nglakoni urip bebarengan karo wong kasar.
2)      Partikel pelunak mbok
seperti kok, partikel mbok juga menandai ragam informal. berbeda dengan kok, partikel mbok tidak dapat membentuk gatra pelengkap, tetapi berfungsi membentuk gatra pendahulu dan gatra utama.
contoh :
            kowe kuwi mbok aja pinter lunga wae.
            nek ngene, mbok udan ya.
partikel mbok menyatakan dua arti. pertama, arti ‘perintah halus, permintaan, atau pengharapan’. arti ini muncul jika mbok dipakai pada gatra utama.
contoh :
            mbok rene mangan ndisik.
            mbok aku njilih dhuitmu.
Kedua,  menyatakan arti subjektif-kontradiktif (konsesif). arti konsesif muncul jika mbok digunakan pada gatra pendahulu. dalam arti ini, mbok selalu diikuti kata yang berakhiran subjungtif –a.
contoh :
            mbok dibayara satus yuta, aku emoh nyambut gawe kaya ngono.
d.      Partikel pelengkap dhing, je, ya, ta
Seperti partikel pelunak, partikel pelengkap juga menandai `ragam informal. pertikel dhing dan ta digunakan pada tingkat ngoko dan krama. Pada tingkat madya partikel je diganti dengan ture. Pada tingkat madya dan krama partikel yha diganti dengan nggih atau njih.
      partikel pelengkap berfungsi membentuk gatra pelengkap, sebagai pembentuk gatra, partikel pelengkap selalu berdiri sendiri. artintya, didalam gatra itu tidak terdapat kata lain. Hal inilah yang membedakan partikel pelengkap dan partikel pelunak. Sebagai pmbentuk gatra pelengkap,
distribusi partike pelengkap selalu dibelakang gatra utama.
1.      partikel pelengkap dhing menyatakan arti ‘pencabutan kembali atau pengigkaran atas apa yang telah disebutkan didalam ujaran terdahulu’
Ujaran itu mungkin ujaran orang lain, tetapi dapat juga ujaran penutur sendiri.
contoh :
            wis telu dhing anake. Aksine wae jaka.
            emoh dhing, Mengko ndak kokapusi.
2.      partikel pelengkap je menyatakan arti ‘apa yang tersebut pada gatra utama dan gatra pendahulu memang seperti itu adanya’. partikel ini menegaskan kebenaran dari apa yang disebutkan pada gatra-gatra sebelumnya. partikel je bervarian dengan jare.
contoh:
            pancen iya, jare
            Durung duwe, jare, aku.
Kadang-kadang partikel je menyatakan arti ‘ketahuilah’ atau’maklumilah’
contoh :
            Adhiku, je, sing njupuk
            Jebule aku, je, sing oleh biji elek
3.      Partikel pelengkap yha menyatakan arti ‘meminta persetujuan, jawaban, atau perhatian kepada mitra bicara atas hal-hal yang dinyatakan pada gatra sebelumnya’. Karena kalimat berpartikel yha seperti kalimat tanya, intonasi gatra pelengkapmenjadi agak meninggi.
contoh:
            mengko nek nggonku, yha?
            Iki adhimu, yha?
Di dalam kalimat pangunandika (monolog), partikel yha berarti ‘sekedar meminta perhatian orang yang kebetulan mendengar, atau perhatian pada diri sendiri’.
            Gek sapa, yha, sing gelem nulungi awakku .
4.      Partikel pelengkap ta menyatakan arti ‘meminta konfirmasi atau kebenaran akan hal-hal yang disebutkan di dalam gatra sebelumnya’ atau ‘memberi penekanan pada perintah atau permintaan yang dikemukakan pada gatra utama’. Partikel pelengkap ta terdapat pada kalimat tanya, partikel ta berarti ‘meminta konfirmasi pada mitra bicara’. Pada kalimat tanya ini, partikel ta sering disertai kata rak ‘kan’ atau rak iyha ta’iya, bukan?’ pada awal gatra utama.
contoh :
            Kowe ta sing njupuk?
            Adhimu rak wis lulus, ta?
Di dalam kalimat perintah dan kalimat seru, partikel ta berarti ‘memberi penekanan kepada perintah yang disebutkan di dalam gatra utama’.

            Ora sah isin-isin, ta!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar