Sabtu, 13 Desember 2014

ANALISIS KARYA SASTRA BAHASA JAWA

1. Judul   : cerkak “Kembang Kaswargan”
Karya  :Datiek Yuminarko
Tahun  :2013 (Panyebar Semangat No 22-1 Juni)
a)      Ringkasan
      Wujud pengabdian dan kasih sayang seorang istri terhadap suami yang sangat dihormatinya yaitu Mbah Asih kepada Mas Handaka. Setiap hari, Mbak Asih selalu mengurusi keperluan-keperluan keluarga juga termasuk keperluan suaminya untuk menyemir jenggot. Karena rasa sayangnya yang amat itu, Mbak Asih tidak mau jika jenggot yang seperti kepunyaan raden Gatutkaca itu malah menjadi malapetaka untuk suaminya sendiri.
Semakin bertambahnya umur, jenggot Mas Handaka yang dulunya berwarna hitam legam sekarang sudah mulai beruban. Hanya untuk rambut kepala baru beberapa saja uban yang terlihat. Mas Handaka yang berprofesi sebagai carik atau sekertaris desa, dimata Mbak Asih harus bisa menjaga penampilannya. Tetapi kesalnya Mbak Asih apabila setiap hari banyak warga yang sedang mempunyai hajatan, sehingga dia harus setiap harinya menyemir jenggot sang suami.
      Bagi Mbak Asih merawat jenggot sang suami seperti tambahan merawat anak lagi. Dia begitu senang merawat seakan-akan sudah tak perlu mempunyai hewan peliharaan, karena rasa kesayangannya terhadap jenggot suaminya. Hingga untuk bahan-bahan menyemir, dia sendiri yang membeli ke salon langganannya. Malu memang karena belum lama ini dia baru saja dari salon itu. Dan juga dia belum tahu merek semir apa yang bagus dan cocok untuk suaminya.
      Setelah dibelikan semir yang menurutnya cocok, Mbak Asih pernah sekali menanyakan kepada Mas Handaka untuk menyemir sendiri. Mas Handaka mencoba menyemir sendiri tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Sehingga Mbak Asih sendiri yang akhirnya menyemir jenggot suami kesayangannya.
      Selama 4 bulan lamanya, tiap pagi dan sore Mbak Asih selalu menyemir jenggot suaminya. Awalnya dia tidak merasa terganggu, tetapi lama kelamaan mulai merasa capek juga karena pekerjaan rumahnya mulai banyak yang tak dia lakukan. Apalagi Mas Handaka juga malah menjadi manja, jika jenggotnya yak disemir oleh istrinya maka dibiarkan saja.
      Dalam lamunannya, Mbak Asih kadang berfikir apakah hal sekecil menyemir jenggot suami itu sendiri adalah tanda baktinya seorang istri terhadap suaminya? Dan apakah hal itu juga yang membawa seorang istri masuk kedalam surga kelak? Ternyata berbakti terhadap suami tidak hanya dapat diwujudkan dengan pemberian suatu benda yang berharga tinggi, tetapi bagaimana cara seorang istri bisa menyenangkan hati suaminya. Walaupun mungkin hanya dengan menyemir jenggot suami yang tersayang.

b)      Aspek yang Menonjol
Dalam cerkak ini, hal yang menonjol adalah aspek sosialnya. Cerkak yang berjudul Kembang Kaswargan ini menceritakan realita kehidupan manusia dalam masyarakat pada umumnya. Diceritakan bagaimana seorang istri begitu mengabdinya terhadap suaminya hanya dengan menyemir jenggot kesayangan suami tiap harinya. Disini dapat kita cocokkan pada realita kehidupan sehari-hari masyarakat yang memang ada seperti dalam isi cerkak ini.
Yang menambah pembuktian ada nilai sosial juga terdapat pada tindakan Mbak Asih sebagai tokoh utama yang membeli semir disalon langganannya. Disana diceritakan secara detail ketika Mbak Asih mulai masuk salon dan merasa malu-malu bertanya kepada pemilik salon tentang semir yang cocok untuk suaminya.  Dia tidak begitu paham tentang merek, jenis dan juga kualitas semir yang baik yang seperti apa.
Amanat yang terkandung adalah sekecil apapun pengabdian seorang istri terhadap suaminya, nantinya dia akan mendapatkan balasan dariNya. Asalkan dengan satu syarat, bahwa dia melakukannya dengan ikhlas.

2.      Judul   : geguritan “ Mampir Ngombe”
Karya : Winardi S. Nugrahanto
Tahun : 2013
a)      Ringkasan
            Geguritan ini membahas tentang batasan seberapa besar rasa cinta manusia terhadap sesama dengan rasa cintanya terhadap Gustinya, yaitu Tuhan semesta alam yang menguasai seluruh makhluk dimuka bumi ini.
            Ada beberapa hal yang harus bisa disadari manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan :
1.      Manusia boleh mencintai pendampingnya, tetapi tidak boleh terlalu mencintai.
2.      Manusia boleh mencintai anak-anaknya, tetapi tidak boleh mencintai yang teramat batas.
3.      Manusia boleh mencintai semua keluarganya, tetapi tidak boleh terlalu  mencintai.
4.      Manusia boleh mencintai tetangganya, tetapi tidak boleh terlewat batas.
5.       Manusia boleh mencintai tanah tumpah darahnya, tetapi tidak boleh terlalu sangat mencintai.
6.       Manusia boleh mencintai nusa bangsanya, tetapi harus tetap ada batasnya.
Manusia memang harus mencintai semuanya, tetapi harus bisa semestinya dan sewajarnya. Dari semuanya itu manusia harus bisa menempatkan antara kewajiban dan rasa kecintaan. Kita harus ingat bahwa sejatinya manusia hidup di dunia ini hanya sebentar saja. Dalam bahasa jawa sering disebutkan paribasan  “wong urip ning alam donya iki mung mampir ngombe wae” (orang hidup di dunia ini hanya numpang minum saja).
 Terkadang manusia lalai dan tertipu oleh hiasan-hiasan dunia yang dirasakan begitu indah. Mencintai seseorang dilebih-lebihkan, lalu ketika seorang yang kita cinta tiada kita sangat merasa kehilangan. Mencintai harta benda berlebihan juga tidak baik. Harta yang kita kumpulkan selama kita bekerja misalnya, teramat kita sayangi dan diagung-agungkan ketika suatu saat tiba-tiba semuanya habis maka akan menyebabkan depresi yang amat sangat.
Mencintai sesuatu secara berlebihan akan menyebabkan kecewa yang mendalam diakhirnya. Maka seharusnya manusia bisa menyeimbangkan rasa cinta terhadap hal dunianya dan rasa cinta terhadap Tuhannya. Karena jika rasa cinta terhadap dunia kelewat batasnya, nantinya hanya akan memperpanjang kecewa dan kesedihan.
Terlalu mencintai dunia maka takut adanya kematian. Padahal manusia memang sejatinya seperti itu. Dahulu tidak ada, lalu menjadi ada, dan kembali lagi nantinya menjadi tidak ada. Tiada manusia di dunia ini yang akan abadi. Semua akan musnah. Manusia yang sadar akan hal inilah yang nantinya akan hidup tentram. Karena semua yang dilakukannya atas dasar cinta terhadap Tuhannya. Bukan cinta terhadap perhiasan dunia.
Cinta yang sejatinya hanyalah cinta kepada Gusti kita, yaitu Tuhan semesta alam. Cinta yang bersumber dari hati. Karena jika kita mencintai Gusti Allah, maka kita akan merasakan kenyamanan,ketenangan,ketentraman,kedamaian dan hal-hal positif lain. Dan kesemuanya itu harus didasari dengan hati yang ikhlas, lila-legawa  dan ketekatan hati yang menyatu.

b)      Aspek yang menonjol
Pada geguritan yang berjudul “ Mampir Ngombe” karya Winardi S. Nugrahanto ini mengandung amanat yang mengingatkan kita sebagai manusia yang taat kepada Gusti kita, untuk selalu sadar dan selalu mendekatkan diri kepada Nya. Diibaratkan disini bahwa manusia hidup di alam dunia ini hanya singgah untuk minum saja. Manusia harus sadar, apapun yang saat ini dimiliki nantinya juga akan sirna semuanya. Unsure religius begitu tergambar disini
Harta, martabat, pendamping hidup, semuanya hanya sebentar saja di dunia ini. Maka dari itu manusia tidak boleh terlalu mencintai hal duniawi. Karena sejatinya, nantinya di alam kelanggengan kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua hal yang telah diperbuat baik itu yang baik maupun buruk. Dan pada dasarnya agar saat kehilangan salah satu dari itu semua di dunia ini, manusia tidak merasa sedih yang teramat dalam.
Aspek religius dari pengarang sangat tergambar pada geguritan ini. Pengarang mencoba menuangkan apa yang menjadi pemikirannya. Bahwa sejatinya, manusia harus bisa menengahkan seberapa besar rasa cintanya dengan sesama dan kepada Sang Pencipta kehidupan.

3.      Judul   : cerkak “ Sambunging Lelakon”
Karya : Suryadi WS
Tahun : 2013
a)      Ringkasan
Cerkak ini mengisahkan tentang pertemuan seorang pria yang bernama Setyadi, dengan seorang wanita yang mirip dengan calon tunangannya dahulu. Selama 4 tahun terakhir, setelah menghilangnya Fitriani ( calon tunangan Setyadi), akhirnya Setyadi menemukannya kembali. Walaupun masih terasa sakit hati atas perlakuan Fitriani yang tega mencampakkanya demi untuk memilih menikah dengan orang lain, Setyadi masih memiliki perasaan yang sama seperti dahulu ketika mereka masih bersama.
Ternyata orang yang dianggapnya Fitriani itu adalah kembarannya. Dia bernama Fitriana. Fitriana mengajak Setyadi untuk menengok Fitriyani di kampung halamannya. Setyadi merasa ada yang telah terjadi saat dia diajak Fitriana ketempat pemakaman. Disana, Fitriana menunjukkan sebuah makam yang ternyata adalah makam Fitriani, yaitu saudara kembarnya. Fitriana menceritakan apa yang telah terjadi terhadap Fitriani setelah berpisah dengan Setyadi.
Setyadi merasa sedih hatinya saat mendengar cerita dari Fitriana. Begitu menyedihkannya peristiwa-peristiwa yang dialaminya hingga dia sekarang terbaring kaku didalam tanah makam itu. Walaupun begitu, tidak tahu mengapa Setyadi merasakan perasaan yang sama seperti saat bersama Fitriani dahulu, ketika pertama kali bertemu dengan Fitriana. Fitriana juga merasakan hal yang sama terhadap Setyadi walaupun baru kali itu dia bertemu. Itu semua karena wasiat dari adiknya, bahwa dia disuruh  melanjutkan cinta kasihnya terhadap Setyadi.
Pada saat itu pula, Setyadi dan Fitriana berjanji akan menyatukan kedua perasaan mmereka. Disaksikan di depan makam Fitriani mereka mengikat janji. Janji untuk saling menyayangi dan mengasihi satu sama lain hingga nanti Gusti Allah yang menentukan nasib mereka.

b)      Aspek yang menonjol
Ada beberapa aspek yang sekiranya paling menonjol dalam karya cerkak ini, yaitu sudut pandangnya. Sudut pandang yang digunakan adalah orang pertama  pelaku sampingan. Tokoh “aku” hanya sebagai pelengkap. Karena yang menjadi tokoh utamanya adalah Fitriani dan Fitriana. Tokoh “aku” mengetahui hal yang sebenarnya juga karena diceritakan oleh tokoh Fitriana.
Fitriana disini berperan sebagai narrator ( pencerita) karena dia mengetahui semuanya tentang kejadian antara Fitriani dan Setyadi (tokoh aku). Seakan-akan Fitriana adalah pengarangnya yang memberitahu kepada para pembaca apa sebenarnya yang terjadi. Setyadi disini menjadi naratifnya, karena dia berperan pasif saat diceritakan hal yang terjadi oleh Fitriana.
Alur cerita yang digunakan adalah alur flashback. Karena menceritakan ketika bertemunya Setyadi dengan Fitriana pada saat mereka dijalan, lalu Fitriana yang menceritakan tentang peristiwa sebelum Fitriani meninggal, lalu kembali lagi menceritakan saat Fitriana dan Setyadi sedang bertemu.
Pada teks kebanyakan berupa percakapan antar tokoh. Tokoh lain yang juga berpengaruh dalam cerita hanya dijelaskan dan diceritakan oleh tokoh utama. Selain itu tokohnya hanya terdiri dari tiga saja. Sehingga permasalahan dan pemecahan masalahnya lebih mudah.



4.      Judul   : geguritan “ Aja Kandha-kandha”
Karya : Dewa Ruci
Tahun  : 2013
a)      Ringkasan
Seseorang yang digambarkan memakan uang haram atas pekerjaanya (korupsi). Dia membuat  diam orang lain yang mengetahui tindakannya dengan menyuap mereka. Uang negara yang seharusnya untuk rakyat diambil semua untuk dirinya sendiri. Karena kekuasaanya, mereka tidak ada yang berani menyalahkan. Dan juga uang pelicin sudah masuk kekantong mereka masing-masing.
Uang hasil korupsinya, digunakan untuk hidupnya supaya mulia dan tidak kekurangan harta. Hal itu dilakukannya karena “aji mumpung” jabatanya sebagai wakil rakyat. Saudara-saudaranya di desa semuanya berbahagia saat dia datang, karena mereka menganggapnya telah menjadi priyagung yang kaya akan harta. Apalagi saat melihat kendaraannya yang mewah.
Tetapi saat ada perkara yang datang, yang menjadi pelindungnya adalah orang lain. Bersembunyi pada orang lain yang mengetahui semuanya. Karena apabila kebenaran mulai terungkap, semua rahasia akan tersingkap, semua yang tersembunyi akan muncul dengan saksi-saksinya. Semua akan terungkap dengan jelas.
Saat semua telah terungkap, rasa malu akan perbuatanya tak terlihat sama sekali. Karena memang dari awal dia sudah bermuka baja. Perasaan malu dan berdosa sudah tidak ada dihatinya. Semua itu sudah tekad. Yang terpenting dia bisa hidup mulia dan bergelimang harta. 
b)      Aspek yang menonjol
Pada geguritan “ Aja Kandha-kandha” ini, ada beberapa aspek yang bisa teranalisis. Pertama adalah amanat. Amanat dalam geguritan ini adalah mengenai perlakuan tokoh “aku” sebagai pejabat yang bertindak korupsi uang negara. Hal ini sangat mirip dengan kehidupan politik yang terjadi di tatanan negara kita.
Kebanyakan para pejabat dan wakil rakyat hanya mementingkan diri mereka sendiri tanpa melihat rakyat disekeliling mereka yang ternyata masih banyak yang kekurangan, dan bahkan tidak mempunyai apa-apa untuk hidup. Mereka tidak menepati janji mereka saat mereka berkampanye dengan omongan besar mereka yang ternyata hanya angin lewat belaka. Mereka yang saat berkampanye berjanji akan menjadi wakil rakyat yang mensejahterakan rakyat, tetapi pada kenyataannya malah berubah menjadi diktator dan penyengsara rakyat.
Selain itu, amanat yang mencerminkan realita tatanan politik negara ini juga tindakan suap menyuap yang dilakukan pejabat dan wakil rakyat terhadap orang-orang yang mengetahui perbuatan kotornya. Mereka yang disuap pun karena bermata duitan dengan senang hati akan merahasiakannya. Seorang yang berbuat korupsi dan yang disuap itu pada dasarnya akhlak dan rasa takut terhadap Gustinya kurang. Mereka kebanyakan orang-orang yang tidak tahu malu.
Kedua, dilihat dari pemilihan katanya. Ada beberapa kata-kata perumpamaan. Misal pada larik ke-2 yang berbunyi “ Dhuwit kraton sing mesthine uga darbeke kanca-kanca “. Kata kraton dalam masyarakat saat ini diartikan sebagai negara. Lalu dalam larik ke-6 yang berbunyi “ aku rak sing dadi “pengarep””. Kata “pengarep” bisa diartikan sebagai orang yang berada di jabatan terdepan, yaitu wakil rakyat seperti DPR,Presiden, dan Pejabat tinggi lainnya. Pada larik ke-13 misalnya, yang berbunyi “ Apa maneh yen ndeleng tumpakanku sing awujud kreta kencana”. Kata  kreta kencana diartikan sebagai mobil yang mewah yang menunjukkan bawaan orang yang banyak uangnya.
Selain itu, contoh kata perumpamaan terakhir “ Raiku ya wis daktableg nganggo lemah comberan”, maksudnya adalah sudah tidak merasa malu bahkan setelah apa  yang telah dilakukannya itu perbuatan yang kotor. Seperti yang kita lihat pada keadaan politik negara kita, semakin banyak petinggi-petinggi negara yang korupsi tetapi mereka seperti tak melakukan apa-apa. Seolah-olah tidak sedikitpun mempunyai rasa malu.


5.      Judul   : novel “ Bledeg Mangsa Ketiga”
Karya : TY Suwandi
Tahun : 1965
a)      Ringkasan
Ketika itu, masih dalam keadaan penjajahan di Indonesia oleh bangsa Jepang. Surjatman adalah salah satu pelopor gerakan pemuda pada waktu itu. Dia mempunyai seorang adik yang bernama Sriwidarti. Surjatman sering disuruh oleh R. Ng. Ronggodiprodjo ( ketua RW) untuk menggantinya jaga tiap malam. R. Ng. Ronggodiprodjo merupakan sekutu dari pihak penjajah Jepang. Akan tetapi tidak ada yang mengetahuinya.
Harjadi adalah seorang wartawan saat itu dan juga teman dari Surjatman saat kuliah dulu. Dia mampir ke rumah Surjatman untuk bersilaturahmi karena lama mereka tak bertemu. Pertama kali bertemu dengan Sriwidarti dia merasakan hal yang berbeda, dia jatuh cinta kepadanya. Begitu pula dengan apa yang dirasakan oleh Sriwidarti.
Sriwidarti bertemu dengan Winarni yaitu teman sekolahnya dulu. Sriwidarti mengantarkan kakaknya yang akan membeli sarung untuk dijualnya. Saat pertemuan pertama Winarni dan Surjatman sudah saling merasakan jatuh cinta. Tetapi keduannya tidak saling mengatakan.
Keadaan saat itu semakin parah. Penjajah Jepang semakin banyak berbuat tidak manusiawi. Ketika Surjatman disuruh berangkat untuk mengamankan keadaan di acara Sekaten. Tetapi tidak seperti biasanya, dia merasa gelisah. Entah apa yang akan terjadi.
Dan hal yang buruk saat itu terjadi, saat Surjatman sedang mengamankan tentara Jepang yang akan menembak salah satu tentara pribumi. Surjatman dengan cekatan melawannya, dan tanpa sengaja membunuhnya.
Saat itu kemudian Surjatman menjadi buronan tentara Jepang. Surjatman menyamar menjadi gelandangan dan lari ke Jawa Timur. Disana dia menjadi seorang penjaga masjid. Saat menghilangnya Surjatman, keluarganya mengira kalau dirinya sudah meninggal.
Sriwidarti memdapatkan surat rahasia dari nama samara yang ternyata adalah Harjadi. Sriwidarti amat merindukanya dan menghawatirkannya. Dia menceritakan apa yang telah terjadi terhadap kakaknya dulu. Harjadi menenangkan Sriwidarti dan mengatakan bahwa Surjatman masih selamat.
Ketika perang mulai pecah yaitu bulan November 1945 Surjatman yang menjadi pelopor pergerakan para pemuda dengan semangat yang membara. Ketika itu pula, dia kembali ke tempat kelahirannya. Dia bertemu dengan pujaan hatinya setelah sekian lama menghilang yaitu Winarni dan akhirnya menikah.
b)      Aspek yang menonjol
Novel ini menceritakan cerita romansa disaat jaman perang terjadi. Penggambaran keadaan pada jaman kemerdekaan saat itu sangat bagus. Seperti ketika terjadinya perang bulan November, dijelaskan saat mencekamnya keadaan itu terjadi.

Amanat yang terkandung dalam novel ini adalah sebuah perjuangan seorang pemuda yang berjuang demi mempertahankan kemerdekaan negaranya. Selain itu juga menceritakan kehidupan sekitar tokoh utamanya. Alur dalam novel ini berurutan sehingga apabila dianalisis dengan urutan tekstual akan lebih terkonsep.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar