pementasan ketoprak Tampik di gedung b6
Tanggal
17 Desember 2014 malam, grup ketoprak dari salah satu rombel pendidikan Bahasa
dan Sastra Jawa, Uneversitas Negeri Semarang angkatan 2013 bermain di gedung
b6. Pada malam itu ada tiga lakon yaitu keong mas dari rombel sastra angkatan
2013, roro jonggrang dan Tampik (laire reog ponorogo). Pada tanggal 18 juga ada
tiga lakon yaitu Rondo Gairah , Sri Tanjung dan Brubuh Wanabaya, semua lakon itu
dimainkan para mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Jawa semester lima.
Semua pemain ketoprak pada malam itu
adalah mahasiswa Bahasa Jawa sendiri,
ada juga yang dibantu oleh adik kelas sebagai pemain pendukung dan orang yang
memainkan barongan reyog.
Malam itu gedung b6 dipadati oleh
para penonton, mulai dari remaja, dewasa dan juga anak-anak. Para penonton yang
datang bukan hanya mahasiswa jurusan Bahasa Jawa tapi dari jurusan-jurusan yang
lain. Para penonton setia menonton sampai acaranya selesai. itulah kenyataanya
kalau ketoprak masih banyak peminatnya.
Lakon yang dipilih oleh salah satu
rombel pendidikan itu adalah Tampik
(laire reog ponorogo) lakon ini berkisah tentang Dewi Sanggalangit yaitu
putri dari raja Kertajaya kerajayaan kediri. Dewi Sanggalangit adalah putri
yang sangat cantik, tapi belum mau menikah walaupun banyak laki-laki yang ingin
menikahinya.
Suatu hari, Sanggalangit diminta untuk
menikah oleh orang tuanya. Dewi Sanggalangit mau menikah asal ada laki-laki
yang ingin yang bisa menuruti apa yang disyaratkan olehnya. Syaratnya yaitu
bebana (bebana yaitu termasuk prajurit atau penunggang kuda yang berjumlah 140)
dan kesenian baru yang berwujud beksan yang diiringi gamelan, dan yang terakhir
yaitu bekakak hewan berkepala dua yang masih hidup. Mendengar hal itu kedua
orangtua Dewi Sanggalangit setuju dan membuat pengumuman sayembara.
Dilain tempat Bujang Ganong (patih
dari kelana sewandana) langsung memberi tahu kepada Kelana Sewandana. Kelana
Sewandana adalah ratu di Bantarangin. dulu Kelana Sewandana pernah ditolak oleh
Dewi Sanggalangit, itulah yang menyebabkan Kelana Sewandana tidak suka
berhubungan dengan kaum perempuan (suka sama sejenis). Setelah Bujang Ganong
berbicara banyak-banyak akhirnya usaha usulannya diterima. Kelana Sewandana
langsung mengutus para prajuritnya untuk menyiapkan semua yang telah
disyaratkan Dewi Sanggalangit. Nayaka dan kesenian sudah siap, tapi hewan berkepala
dua belum ada.
Mendengar itu semua, Sanggalangit
ketakutan apabila nanti Kelana Sewandana yang bersanding dengannya. Kertajaya
kasihan melihat putrinya seperti itu, kemudian Kertajaya mengutus Singo Barong
bersilaturrahmi di kediamannya. Singo Barong adalah raja di lodaya yang
berwujud singa dan memiliki kesaktian. Singo barong diutus Kertajaya untuk
mengalahkan Kelana Sewandana. Apabila usahanya berhasil Singo Barong bakal
diberi setengah dari kerajaan Kediri.
Singo Barong dan para prajuritnya pergi
mencari Bantarangin. Prajurit-prajurit Lodaya dan Bantharangin kalah ketika
bertanding, tinggal Kelana Sewandana dan Singo Barong yang masih bertarung,
walaupun Singo Barong sangat sakti tapi Kelana Sewandana tidak bisa dikalahkan.
Ketika Singo Barong kalah, ia meminta pertolongan kepada merak yang menjadi
kekuatannya, Kelana kewalahan menghadapi merak dan Singo Barong. Kelana
akhirnya mengeluarkan pecut sakti yang dimilikinya. Ketika pecut sakti
dipecutkan kepada Singo Barong dan Merak, tiba-tiba wujudnya berubah menjadi
hewan berkepala dua. Hewan itu lalu diberi nama Reyog. Syarat yang diminta
Sanggalangit sudah dipenuhi Kelana Sewandana. Lalu Kelana Sewandana dan para
pengawalnya pergi menuju kediri untuk melamar Sanggalangit.
Sanggalangit tetap tidak mau
bersanding dengan Kelana Sewandana walaupun syarat yang di minta Sanggalangit
sudah dipenuhi. Kelana Sewandanapun murka dan mengobrak-ngabrik kediri.
Hal paling menonjol dalam ketoprak
lakon Tampik ini adalah ketika Kelana Sewandana dan Singo barong perang dan
Singo barong dibantu oleh merak, lalu Kelana Sewandana menggerakkan pecutnya
dan kemudian Singo Barong dan Merak menjadi hewan berkepala dua yaitu reyog.
Dan pada saat itu diatas panggung langsung muncul reyog asli yang diiringi
dengan musik ala barongan.
Malam itu, pada waktu pembukaan
semua penari jathil dan reyog keluar dengan diiringi musik barongan pada
umumnya. Para penonton semakin penasaran dengan cerita Tampik. Pada adegan
ke-dua penonton dibikin histeris pada saat Kelana Sewandana yang dalam lakonnya
menyukai sesama jenis beradegan mesra dengan
Bujang Gadong, Kelana Sewandana memegang tangan dan menatap Bujang Ganong
dengan penuh rasa cinta.
Selain itu, penonton juga dibuat
ngakak oleh emban yang berpenampilan seperti macan, emban-emban yang diperankan
oleh Singo Kumbang, Singo Barong, Babon Rini dan Babon Asih itu gayeng sekali
karena para emban pandai berimprovisasi diatas panggung. Mereka berimprov tanpa
berpacu dengan teks. Setiap kemunculannya mereka menari seperti goyang itik.
Dalam
ketoprak kelucuan dan kegayengan memang sangat penting, kelucuan itulah yang
membuat para penonton tambah penasaran dengan adegan ketoprak yang telah
dimainkan. tidak hanya kegayengannya tapi bahasa komunikatif yang digunakan dan
akting para pemain dalam ketoprak juga
harus total serta keindahan bahasa juga harus diperhatikan. Misalnya
permainan kata dan tembung-tembung dalam kasusastran jawa.
Dalam
lakon ini pemain inti yaitu Singo Barong dan Singo Kumbang juga merangkap
sebagai dagelan. Ketoprak juga diiringi dengan gamelan, nyanyian, dan
kadang-kadang diiisi dngan musik dangdut. Memang ketoprak tidak bisa pisah
dengan gamelan, karena ketoprak tidak bisa berjalan tanpa iringan gamelan.
Dalam
estetika bahasanya ketoprak Tampik ini menggunakan permainan bunyi yang
diucapkan raja Kertajaya kepada Sanggalangit “anakku sing ayu dhewe, ya anakku
siji-sijine, bocah gedhes, kewes, sing ora ana cacat cewete” disini menggunakan
pemainan bunyi e. Ketoprak ini juga mengunakan tembung-tembung dalam bahasa
jawa, misalnya tembung Dasanama dari rama yaitu nama lain dari bapak, ingsung
dan sira yang berarti kamu dan aku.
Ada pula tembung camboran yaitu
pangamping-amping dan ngedap-edapi. Pada saat Kertajaya berdialog dengan Singo
Barong juga menggunakan permainan bunyi u “gantine ya nyawamu, sigar ndasmu,
takkokop palamu, juwing-juwing rempelamu”. Serta tembung wasita adi yang
diucapkan oleh emban rini “ ajining diri saka ing lathi, ajining sarira tanpa
busana” tembung itu merupakan plesetan dari “ajining diri saka ing lathi,
ajining sarira aka busana”.
Ketoprak
dengan lakon Tampik ini menggunakan bahasa krama alus, ngoko dan bahasa
sehari-hari.

Untuk
menghadirkan tontonan yang ramai dan mengundang banyak perhatian. ketoprak
Tampik ini berusaha menyajikan tontonan dengan segayeng mungkin.
Apa
yang dipentaskan ketoprak yang dimainkan mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra
Jawa sebagaimana dalam lakon Tampik (laire reog ponorogo) ada formula estetis
yaitu dari segi bahasa, kelucuan, dan pmentasan. Dalam ketoprak permainan kata
atau bunyi serta tembung-tembung jawa adalah salah satu hal yang tidak dapat
dipisahkan. Dengan adanya bahasa-bahasa itu estetika dapat tercipta dan
penonton bisa menikmati tontonan ketoprak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar