1.
Pengertian frasa proposisional
Frasa
preposisional adalah frasa yang konstutuennya berupa preposisi dan konstituen
lain yang berupa kata atau frasa. Konstituen yang berupa preposisi itu
berfungsi sebagai perangkai, sedangkan konstituen yang menyertainya atau
kokonstituennya berfungsi sebagai sumbu.
Contoh:
Awit wingi ‘sejak kemaren’
Awit wingi esuk ‘sejak
kemaren pagi’
Ing toko ‘di
toko’
Ing toko buku ‘di
toko buku’
2.
Jenis frasa preposisional
Berdasarkan
ada atau tidaknya perentangan ke samping kanan, frasa preposisional dapat
dikelompokkan menjadi frasa proposisional simpleks dan frasa preposisional
kompleks.
a. Frasa
preposisional simpleks
Frasa preposisional simpleks adalah
frasa yang dibangun dari sebuah konstituen yang berupa reposisi sebagai
perangkaian dan diikuti oleh sebuah konstituen lain sebagai sumbunya. Preposisi
lumantar ‘dengan perantara’, yang
berfungsi sebagai perangkai, dapat diikuti oleh radio’radio’ sebagai sumbu atau
preposisi manut ‘menurut ‘, yang
berfungsi sebagai perangkai, dapat diikuti oleh konstituen tradishi ‘tradisi’ sebagai sumbu. Gabungan itu membentuk frasa
preposisional simplek berikut
Lumantar
radio ‘dengan perantara radio’
Manut
tradisi ‘menurut tradisi’
Konstituen yang berfungsi sebagai
perangkai ataupun sumbu pada frasa preposisional simpleks masing-masing
berjumlah satu. Masing-masing tidak dapat dibagi lagi menjadi konstituen yang
lebih kecil.
Konstituen yang berkedudukan sebagai
sumbu pada frasa preoposisional simpleks dapat berkatagori nomina, pronomina,
adjektiva, verba, atau numeralia.
Contoh :
kaya
cacing ‘seperti cacing’
kanggo
aku ‘untuk
saya’
b. Frasa
preposisional komples
Farasa preposisional kompleks adalah
frasa preposisional simpleks yang telah dikenai perentangan konstituen kekanan
atau penggabungan dua frasa preposisional atau lebih. Frasa preposisional
kompleks ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu : 1) frasa preposisional kompleks
koordinatif dan 2) frasa propodional kompleks subordinatif.
a) Frasa
preposisional kompleks koordinatif
Frasa preposisional kompleks koordinatif
adalah frasa preposisional yang terbangun dari gabungan dua frasa preposisional
atau lebih dengan atau tanpa konjungsi contoh :
Ing
kono ing kene ‘disana disini’
Kanggo
kowe kanggo aku ‘untuk kamu untuk saya’
Preposisi kedua pada ing kono ing kene dan Kanggo kowe kanggo aku tidak dapat
ditinggalkan (*ing kono kene, *kanggo
kowe aku), tetapi pada saka kana saka
kene dapat ditinggalkan (saka kana
kene).
Frasa preposisional kompleks koordinatif
diatas dibentuk tanpa konjungsi koordinatif. Contoh penggabungan dua frasa
preposisional secara koordinatif ialah seperti berikut.
![]() |
![]() |
![]() |
Ing kono lan
ing kene
sarta
Saka kana karo saka
kana
utawa
Kanggo kowe apa kanggo
aku
Dalam
pada itu, preposisi kedua pada ketiga frasa preposisional kompleks dengan
konjungsi koordinatif diatas dapat ditanggalkan tanpa menanggalkan konjungsi
koordinatif.



Ing kono lan
kene
sarta
Saka kana karo kana
utawa
Kanggo kowe apa aku
Penggabungan yang bersifat
mempertentangkan dengan konjungsi nanging
‘tetapi’ harus didahului kata ingkar dudu
‘bukan’ atau ora ‘tidak’ sebelum
frasa proposisional pertama.
![]() |
|||||||
![]() |
![]() |
![]() |
|||||
Ora ing
kono ing
kene
Saka
kana nanging saka kene
Dudu kanggo
kowe kanggo
aku
b) Frasa
preposisional komplek suburdinatif
Frasa preposisional komplek suburdinatif
dibentuk dari penggabungan dua frasa preposisional atau lebih tetapi tidak
dapat dihubungkan dengan konjungsi koordinatif.
Kanggo
anakku ing kutha ‘untuk anak saya dikota’
*kanggo
anakku lan ing kutha
Kaya kembang ing taman ‘seperti bunga
ditaman
*kaya
kembang utawa ing taman
Saka kali ing pinggiring kutha ‘dari
sungai dipinggir kota’
*dudu
saka kali nanging ing pinggiring kutha
3.
Didalam sebuah kalimat frasa
preposisional dapat mengisi fungsi predikat, pelengkap atau keterangan.
·
Sebagai predikat contoh :
1. Dr.
Muslihat minangka pelindhung.
‘Dr. Muslihat sebagai pelindhung.’
2. Mewujudkan
sing tak sawang mau kaya cacing
‘perwujudan
yang saya lihat tadi seperti cacing.’
·
Sebagai pelengkap contoh :
1. Kabeh
mau gumantung ning sliramu
‘semua itu bergantung pada dirimu.’
2. Omah
sing singup kae dikupeng ing
rerungkudan.
‘rumah yang kelihatan angker itu
dikelilingi semak belukar.’
Posisi konstituen yang berfungsi sebagai
pelengkap bersifat tetap yaitu disamping kanan predikat. Jika posisinya diubah,
kalimat menjadi tidak gramatika, seperti terlihat pada ubahan berikut.
1. *ning sliramu, kabeh mau gumantung.
‘pada dirimu semua itu
bergantung.’
2. *kabeh
mau, ning sliramu gumantung.
‘semua itu pada dirimu bergantung.’
·
Sebagai keterangan, kecuali dapat
berfungsi sebagai predikat dan pelengkap, juga dapat berfungsi sebagai
keterangan. Konstituen itu memiliki mobilitas yang tinggi sehingga dapat
berposisi pada awal kalimat, diantara subjek dan predikat, atau mengakhiri
kalimat. Kehadirannya menyampaikan informasi tambahan.
Contoh :
1. Kanthi revisi iki, sekabehing
kesalahan wis dibenerake
‘Dengan revisi ini semua kesalahan sudah
dibetulkan.’
2. Karana pupuse,
godhong iki bisa nambani lelara cacingen.
‘lantaran pupusnya daun ini dapat menyembuhkan
penyakit cacingen.’
Kehadiran frasa preposisional yang berfungsi sebagai
keterangan didalam kalimat bersifat manasuka. Maksudnya, frasa proposional itu
dapat hadir dan dapat pula tidak hadir tanpa mengganggu kegramatikal kalimat.
Oleh karena itu, konstituen yang berupa frasa preposisional pada contoh dapat
ditanggalkan seperti terhilat pada bahan berikut.
1. Sakabehing
kesalahan wis dibenerake.
‘semua kesalahan sudah dibetulkan.’
2. Godhong
iki bisa nambani lelara cacingen
‘daun ini dapat menyembuhkan penyakit
cacingan.’
4.
Konjungsi
Konjungsi
termasuk dalam kategori kata tugas yang tidak memiliki makna leksikal. Tanpa
konstituen yang menyertainya, konjungsi tidak memiliki kejelasan fungsi dan
makna. Konjungsi, yang juga disebut kata sambung, adalah yang menghubungkan dua
satuan lingual atau konstituen. Konstituen itu dapat berupa kata dengan kata,
frasa dengan frasa, klausa dengan klausa. Jadi, konjungsi mempunyai fungsi
sebagai penghubung.
Perhatikan
contoh berikut.
1. Bapak
lan ibu lagi dahar
‘bapak dan ibu sedang makan.’
2. Aku
kepingin tuku lemari lawang telu lan
kaca riyas ukir.
‘saya ingin membeli lemari berpintu tiga dan kaca
berhiyas yang berukir.’
Pada contoh satu konjungsi lan ‘dan’ menghubungkan kata
bapak ‘bapak’ dan kata ‘ibu’; pada contoh dua lan menghubungkan frasa lemari
lawang telu ‘lemari berpintu tiga’ dengan frasa kacariyos ukir ‘kaca berhias yang berukir.’
Ø Konjungsi
koordinatif
Konjungsi koordinatif adalah konjungsi
yang menghubungkan dua konstituen atau lebih yang sama pentingnya atau yang
bersetatus sama.
Perhatatikan contoh berikut.
1. Wantini
karo tono lagi sinau.
‘wantini dan tono sedang belajar.’
§ Bentuk
konjungsi koordinatif
Konjungsi koordinatif dapat berbentuk a)
monomorfemis, b) polimorfemis, c) bentuk gabung.
a) Konjungsi
koordinatif monomorfemis
Konjungsi koordinatif yang berbentuk
monomorfemis ialah konjungsi yang berupa morfem tunggal. Konjungsi koordinatif
ini belum mengalami proses morfemis.
b) Konjungsi
koordinatif polimorfemis
Konjungsi kordinatif polimorfemis adalah
konjungsi yang dari segi bentuk, sudah mengalami proses afiksasi. Konjungsi
koordinatif yang berbentuk kata berafiks tidak banyak.
c) Konjungsi
koordinatif bentuk gabung
Konjungsi koordinatif bentuk gabung
adalah konjungsi yang terbentuk dari gabungan dua atau tiga konjungsi.
§ Fungsi
sintaksis –semantis konjungsi koordinatif
Berdasarkan fungsinya sebagai penanda
hubungan makna, konjungsi koordinatif dapat dipilah menjadi tujuh kelompok:
1. Hubungan
makna ‘penjumlahan’
Contoh : lan, uga, sarta, karo, klawan,
saha.
2. Hubungan
makna ‘perlebihan’
Contoh : tur, lagi.
3. Hubungan
makna ‘perturutan’
Contoh : banjur, nuli, tumuli, terus,
lan, langsung.
4. Hubungan
makna ‘perlawanan’
Contoh : nanging, ananging, ning,
tetapi.
5. Hubungan
makna ‘pemilihan’
Contoh : utawa, apa.
6. Hubungan
makna ‘perincian’
Contoh : yakuwi.
7. Hubungan
makna ‘kombinasi’
Contoh : nuli, lan.
Ø Konjungsi
subordinatif
Konjungsi subordinatif, yang juga
disebut kata penghubung tidak setara, adalah konjungsi yang menghubungkan ua
konstituen atau lebih yang memiliki status tidak sama. Status klausa yang
mengikuti konjungsi subordinatif merupakan klausa subordinatif atau klausa
bawahan, edangkan klausa lain yang tidak diawali dengan konjungsi subordinatif
merupakn klausa utama. Berkaitan dengan itu, kalimat yang memiliki konjungsi
subordinatif merupakan kalimat majemuk bertingkat.
Contoh.
1. Aku
ora sida telat merga lakuku tak
cepetake
‘saya tidak jadi terlambat sebab jalanku
saya percepat.’
2. Ibu
mung ngelingake tinimbang kowe getun
buri
‘ibu hanya mengingatkan daripada kamu menyesal
dibelakang.’
Konjungsi subordinatif didalam
bahasa jawa ada yang bersifat tegar dan ada yang bersifat tidak tegar.
Ketegaran itu didasarkan pada dapat atau tdaknya konjungsi beserta klausa
subordinatifnya berpindah posisi.

Jika ditinjau dari bentuknya, konjungsi
subordinatif didalam bahasa jawa ada yang berbentuk monomorfemis, polimorfemis
dan gabungan kata.
1. Konjungsi
subordinatif monomorfemis
Contoh:amrih ‘supaya’,angger
‘asal’,setiap’,awit,karena;
Beberapa konjungsi subordinatif bentuk
monomorfemis ada yang mengalami pemendekan.konjungsi bentuk pendek itu lazim
dipakai dalam ragam tutur informal.
Contoh :
Agger
=> engger’asal’
Bubar =>
bar’selesai’
Lebar =>bar’setelah’
2. Konjungsi
subordinatif polimorfemis
Konjungsi subordinatif yang berbentuk
polimorfemis dapat berupa kata berafiks/bentuk ulang. Konjngsi yang berupa kata
berafiks, dapat berupa kata berprefiks sa-(se-), ka-atau
ke-;brinfiks-in-:bersufiks-e(-ne),atau-a(-na);berkonfiks sa-/-e.afiksasi pada
preposisi,afiksasi pada konjungsi berbeda degan afiksasi pada kata referensial.
Afiksasi pada kata referensial mengakibatkan perubahan fungsi dan arti;
sedangkan afiksasi pada konjungsi kadang-kadang mengubah ragam tutr formal
keragam ttur informal atau ragam tutur formal ke ragam tutur literer.
Contoh:
1. Berprefik
a-
Marga+a- =>amarga’karena’
Mrih+a- =>amrih’supaya’
Nanging+a- =>ananging’tetapi’
2. Berprefiks
ka-/ke-
Lawan+ka-/ke- =>kalawan(kelawan)’dan’
Mangka+ka- =>kamangka’padahal’
Timbang+ka-/ke- =>katimbang(ketimbang)’daripada’
3. Berprefiks
sa-(se-)
Nadyan+sa-/se- =>sanadyan(senadyan)’meskipun’
Rehne+sa- =>sarehne’karena’
Upama+sa-/se- =>saupama(seupama)’umpama’
Uger+sa- =>sauger’asal’
4. Bersufiks-e(-ne)
Angger+-e =>anggere’asalka’
Akibat+-e =>>akibate’aibatnya’
Akir+-e =>akire’akhirnya’
Kaya+-ne =>kayane’sepertinya’
5. Bersufiks
–a(-na)
Arep+-a =>arepa’walaupun’
Bareng+ -a =>barenga’andaikan bersama’
Mungguh+ -na =>mungguhna’seumpama’
6. Berkonfiks
sa-(se-)/-e(-ne):
Lagi+sa-/-e =>selagine’sewaktu’
Lawas+sa-/-e =>salawase’selamanya’
7. Berupa
bentuk ulang
Angger+U =>angger-angger’setiap
kali’
Aja+U =>aja-aja’jangan-jangan’
3. Konjungsi
subordinatif bentuk gabung
Di dala bahasa jawa knjugasi
subordinatif yang berbentuk gabungan kata tergolong sedikit jumlahnya.
Konjugasi bentuk gabung lazim dipakai dalam ragam tutur formal atau literel.
Konjungsi itu terlihat pada daftar berikut
Apadene ‘maupun’ kadidene ‘seperti’
Apamaneh ‘apalagi’ awitdene
‘karna’
Mbokmenawa ‘kemungkinan’ kayadene’seperti’
Ewadene ‘meskipun’ kena-apa
‘mengapa’
Ewasemana ‘meskipun demikian’ rehdene ‘karena’

Berdasarkan makna strukturnya konjungsi
subordinatif dapat diperinci kedalam 13 jenis yaitu: 1) penanda hubungan
makna ‘sebab’ 2) ‘akibat’ 3) ’kecaraan’
4) ‘pengandaian’ 5) ‘perbandingan’ 6) ‘syarat’ 7) ‘konsesif’ 8) ‘tujuan’ 9)
‘kewaktuan’ 10) ‘perkecualian’ 11) ‘pemelengkap’ 12) ‘keragu-an’ dan 13)
‘penanda hubungan rincian’
1) Penanda
hubungan makna ‘sebab’

Amarga
Awit
Wong
Ani
Jalaran dewekw
Mung mantuk Sebab ora
ngerti karepe bapakne
Rehdene
Rehne
Karang
2) Penanda
hubungan makna ‘akibat’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan
makna ‘akibat’ ialah nganti, saengga, akhire, tundone, dan mula
![]() |
Tundone
Rame tarunge Saengga wit-witan
padha
Wong loro mau Nganti rubuh
Mula
Akhire
3) Penanda
hubungan makna ‘kecaraan’
Konjungsi penanda hubungan makna
‘kecaraan’ ialah kanthi, klawan, kalayan, karana, karo, sambi
![]() |
Kanthi
Pak Ali Karo tangane nyelehake granat
mapanake sajen Klawan
Klayan
Sambi
4) Penanda
hubungan makna ‘pengandaian’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan
makna ‘pengandaian’ ialah upama, seumpama, mungguh, mungguha
![]() |
Mungguh
Mungguha jaka pengasih sowan, deweke
Upama pinaringan pusaka
Saupama
5) Penanda
hubungan makna ‘perbandingan’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan
makna ‘perbandingan’ ialah timbang, tinimbang, katimbang, kaya, kayadene,
kaya-kaya
![]() |
Narti arep Timbang didukani
bapake
blaka wae Tinimbang
Katimbang
6) Penanda
hubungan makna ‘syarat’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan makna,
syarat, ialah angger, yen, menawa, nek, asal, janji, lamun

Aku
gelem Menawa kokpethuk
teka Angger
Nek
Asal
Janji
Lamun
7) Penanda
hubungan makna ‘konsesif’
Konjungsi penanda hubungan makna
‘konsesif’ ambakna, senadyan, bena, mbok, arepa, ewadene

Mbok tukija mlarat, deweke rangking
Senadyan siji
Arepa
Bena
Ewadene
8) Penanda
hubngan makna ‘tujuan’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan
makna ‘tujuan’ yaitu amrih, murih, supaya, bene, daya-daya, kareben

Murih deweke srawung karo sedulur
Ratih diajak Supaya
mrene Kareben
9) Penanda
hubungan makna ‘kewaktuan’
Jumlah konjungsi subordinatif penanda
hubungan makna ‘kewaktuan’ lebih banyak daripada konjungsi subordinatif yang lain.
Yang tergolong kedalam konjungsi jenis ini ialah bakda, sabubare, salebare,
sawise, mbasan, bareng, kawit, wiwit, awit, sak ploke, nalika, rikala, lagi,
dek, nalikane, rikalane
![]() |
Kawit
Aku
kepencut Wiwit aku kenalan
deweke Awit
sakploke
10) Penanda
hubungan makna ‘perkecualian’
Konjungsi subordinatif penanda hubungan
makna ‘perkecualian’ yaitu kejaba, kejabane, saliyane

ora
duwe Kajabane deweke duwe
sedulur Saliyane
11) Penanda
hubungan makna ‘pemelengkap’
Konjungsi penanda hubungan makna
‘pemelengkap’ ialah ya gene, genea, ngapa, kenangapa, menawa, yen
![]() |
Layang mau Menawa srini
atindak sedeng
nerangake Yen
12) Penanda
hubungan makna ‘keraguan’
Konjungsi penanda hubungan makna
‘keraguan’ ialah aja-aja, ayake, sajake, mbokmenawa

Ibu
khawatir Sajake mas tomi melu nyang surabaya
Ayake
Mbokmenawa
Ø Konjungsi
korelatif
Konjungsi korelatif adalah konjungsi
yang menghubunglkan dua kata, frasa, atau klausa yang memiliki status sintaksis
yang sama. Konjungsi korelatif terdiri atas dua bagian yang dipisahkan oleh
alah satu kata, frasa, atau klausa yang dihubungkan.
Contoh :


Katimbang aluwung
dhuwitku Tinimbang diengggo
maen luwung dicelengi
Timbang
angur
TABEL
14
KONJUNGSI
KORDINATIF
Bentuk
Makna
|
Monomorfemis
|
Polimorfemis
|
Gabungan
Kata
|
1.
Penjumlahan
2.
Perlebihan
3.
Perturutan
4.
Perlawanan
5.
Pemilihan
6.
Kombinasi
|
Lan
Sarta
Apa
Dene
Tur
Malah
Banjur
Nuli
Terus
Tumuli
Langsung
Mung
Nanging
Jebul
Utawa
Apa
|
Malahan
Sabanjure
Sateruse
Nyatane
sewalike
|
Apa dene
Lan terus
Lan uga
Lan banjur
Lan malah
Lan sateruse
Lan banjure
Lan akhire
Lan malah
banjur
Lan terus
banjur
Lan banjur
malah
Lan terus
malah
Lan sabanjure
Tur meneh
Apa maneh
Tur maneh
Apa maneh
Tur malah
Tur maneh
malah
Tur maneh
malahan
Malah terus
Apa maneh
banjur
Malah terus
Banjur malah
Terus malah
Ewasemana
Ewamangkana
Ewamangkono
Utawa malah
Apa malah
Nuli....lan
Lan....nanging
|
TABEL 15
KONJUNGSI
SUBORDINATIF
Bentuk
penenda
hubungan
makna
|
Monomorfemis
|
Polimorfemis
|
Bentuk
Gabung
|
1. Akibat
2. Kecaraan
3. Pengandaian
4. Perbandingan
5. Konsesif
6. Sebab
7.
Syarat
8. Tujuan
9. Kewaktuan
10. Perkecualian
11. Pemelengkap
12. Keraguan
|
Nganti
Engga
Mula
Karo
Kanthi
Klawan
Klayan
Krana
Sarana
Mungguh
Upama
Kaya
Sasat
Timbang
Ambak
Mangka
Najan
Parandene
Raketang
Suprandene
Awit
Jalaran
Marga
Merga
Rehne
Rehning
sebab
angger
janji
lamun
manawa
menawa
nek
yen
kanggo
kareben(ben)
kedaya
mrih
murih
supaya
awit
bakda
bar, lebar
bareng
bubar
dhek
mbasan
nalika
nganti
rikala(kala)
wektu
wiwit
kajaba
kejaba(gejaba)
menawa
manawa
ngapa
yogene
sejak
|
Saengga
Akibate
Sinambi
Mungguhing
Saupama
Upamane
Katimbang
Prasasat
Timbangane
Tinimbang
Kamangka
Mangkakna
Sanajan
Sanadyan
Senajan
Senadyan
Amarga
Amerga
Sarehne
Sarehning
Anggere
Janjine
Kalamun
Ambakna
Amrih
Bene
Daya-daya
Karebena
Supayane
Nalikane
Rikalane
(Kalane)
Saben-saben
Sabubare
Sadurunge
Sajrone
(sajroning,jrone,jroning)
Sakbare
Sakwise
Salawase
Salebare
Samangsa
Sasuwene
sawise
kejabane
saliyane
aja-aja
ayake(yake)
sajake
sajak-sajake
|
Kadi dene
Kaya dene
Ewadene
Ewamengkono
Ewasemono
Awitdene
Awit saka
Jalaran saka
Saka dening
Kena apa
Mbok menawa
|
5.partikel
Disamping preposisi dan konjungsi, yang tergolong
kategori sintaksis kata tugas ialah partikel. Secara sederhana partikel dapat
dijelaskan sebagai kata ang hanya mempubyai fungsi gramatikal. Dari segi
bentuk, partikel mirip dengan imbuhan (afiks) karena hanya terdiri atas satu
suku kata. Perbedaannya terlihat pada kemandirian distribusi partikel. Hal itu
dapat dilihat pada ketersisipan bentuk kok dan mbok (pada contoh berikut) dari
bentuk mulih dan ditambahi yang semula diduga sebagai bentuk dasarnya. Contoh:
1. Kok mulih ?
2. Mbok ditambahi
3. Kok
lagi
mulih ?
4. Mbok
aja ditambahi !
a. Jenis
partikel
Partikel dapat digolongkan kedalam tiga
jenis. Penggolongan ini didasarkan pada fungsi gramatikalnya ketiga jenis
partikel itu ialah :
1. Pertikel
gatra pelunak yang meliputi kok, mbok
2. Partikel
gatra pelengkap yang meliputi ding, je, ya, ta
3. Partikel
pementing ta
b. Fungsi
arti dan distribusi partikel
Kalimat bahasa jawa memiliki struktur
informasi yang bergatra-gatra. Setiap gatra memiliki pola intonasi tertentu
c. Partikel
pelunak kok dan mbok
1) Partikel
pelunak kok
Partikel kok menandai ragam informal.
Partikel itu berfungsi membentuk gatra utama atau gatra pelengkap. Sebagai
unsur gatra utama, kok dapat berdistribusi pada awal dan/atau pada akhir
kalimat.
Contoh :
Kok ora teka-teka, ya ?
Kok tegel-tegele, anak siji ditundhung.
Penggunaan
kok pada gatra utama, biasanya, berpasangan dengan kata wong pada gatra
pendahulu. Contoh :
Wong
wis salin klambi kok ora sida lunga
Disamping
sebagai pembentuk gatra utama, partikel kok juga berfungsi membut gatra
pelengkap. Fungsi ini terjadi jika kok terdapat pada gatra sesudah gatra utama.
Sebagai pembentuk gatra pelengkap kok sering berdiri sendiri.
Contoh
:
Aku
ora lunga, kok
Dheweke
ora turu, kok.
Secara
mendasar kok menyatakan arti kontradiktif. Arti kontradiktif dapat terjadi pada
kok sebagai pembentuk gatra utama maupun gatra pelengkap.
Contoh
:
Kok lucu, bocah wani karo wong tuwane.
wong
duwe anak akeh, kok isih rabi meneh.
Di
samping menyatakan arti kontradiktif, kok juga menyatakan arti ketidak
percayaan atau kebenaran.
contoh
:
kok isa-isane nglakoni urip bebarengan karo wong kasar.
2) Partikel
pelunak mbok
seperti kok, partikel mbok juga menandai
ragam informal. berbeda dengan kok, partikel mbok tidak dapat membentuk gatra
pelengkap, tetapi berfungsi membentuk gatra pendahulu dan gatra utama.
contoh :
kowe kuwi mbok aja pinter lunga wae.
nek ngene, mbok udan ya.
partikel mbok menyatakan dua arti.
pertama, arti ‘perintah halus, permintaan, atau pengharapan’. arti ini muncul
jika mbok dipakai pada gatra utama.
contoh :
mbok rene mangan ndisik.
mbok
aku njilih dhuitmu.
Kedua,
menyatakan arti subjektif-kontradiktif (konsesif). arti konsesif muncul
jika mbok digunakan pada gatra pendahulu. dalam arti ini, mbok selalu diikuti
kata yang berakhiran subjungtif –a.
contoh :
mbok dibayara satus yuta, aku emoh nyambut gawe
kaya ngono.
d. Partikel
pelengkap dhing, je, ya, ta
Seperti partikel pelunak, partikel
pelengkap juga menandai `ragam informal. pertikel dhing dan ta digunakan pada
tingkat ngoko dan krama. Pada tingkat madya partikel je diganti dengan ture.
Pada tingkat madya dan krama partikel yha diganti dengan nggih atau njih.
partikel
pelengkap berfungsi membentuk gatra pelengkap, sebagai pembentuk gatra,
partikel pelengkap selalu berdiri sendiri. artintya, didalam gatra itu tidak
terdapat kata lain. Hal inilah yang membedakan partikel pelengkap dan partikel
pelunak. Sebagai pmbentuk gatra pelengkap,
distribusi partike pelengkap selalu
dibelakang gatra utama.
1. partikel
pelengkap dhing menyatakan arti ‘pencabutan kembali atau pengigkaran atas apa
yang telah disebutkan didalam ujaran terdahulu’
Ujaran itu mungkin ujaran orang lain,
tetapi dapat juga ujaran penutur sendiri.
contoh :
wis telu dhing anake. Aksine wae jaka.
emoh dhing, Mengko ndak kokapusi.
2. partikel
pelengkap je menyatakan arti ‘apa yang tersebut pada gatra utama dan gatra
pendahulu memang seperti itu adanya’. partikel ini menegaskan kebenaran dari
apa yang disebutkan pada gatra-gatra sebelumnya. partikel je bervarian dengan
jare.
contoh:
pancen iya, jare
Durung duwe, jare, aku.
Kadang-kadang partikel je menyatakan
arti ‘ketahuilah’ atau’maklumilah’
contoh :
Adhiku,
je, sing njupuk
Jebule aku, je, sing oleh biji elek
3.
Partikel pelengkap yha menyatakan
arti ‘meminta persetujuan, jawaban, atau perhatian kepada mitra bicara atas
hal-hal yang dinyatakan pada gatra sebelumnya’. Karena kalimat berpartikel yha
seperti kalimat tanya, intonasi gatra pelengkapmenjadi agak meninggi.
contoh:
mengko
nek nggonku, yha?
Iki
adhimu, yha?
Di
dalam kalimat pangunandika (monolog), partikel yha berarti ‘sekedar meminta
perhatian orang yang kebetulan mendengar, atau perhatian pada diri sendiri’.
Gek
sapa, yha, sing gelem nulungi awakku
.
4. Partikel
pelengkap ta menyatakan arti ‘meminta konfirmasi atau kebenaran akan hal-hal
yang disebutkan di dalam gatra sebelumnya’ atau ‘memberi penekanan pada
perintah atau permintaan yang dikemukakan pada gatra utama’. Partikel pelengkap
ta terdapat pada kalimat tanya, partikel ta berarti ‘meminta konfirmasi pada
mitra bicara’. Pada kalimat tanya ini, partikel ta sering disertai kata rak
‘kan’ atau rak iyha ta’iya, bukan?’ pada awal gatra utama.
contoh :
Kowe ta
sing njupuk?
Adhimu rak wis lulus, ta?
Di dalam kalimat perintah dan kalimat
seru, partikel ta berarti ‘memberi penekanan kepada perintah yang disebutkan di
dalam gatra utama’.
Ora sah isin-isin, ta!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar